Wednesday, July 19, 2017

Sang Guru Sejati (8)

Ketika aku berhadapan dengan dia, mula-mula aku tidak berani menatap wajahnya. Tetapi dia memintaku untuk menatap dia. Wajahnya teduh. Sinar matanya jernih. Bicaranya lembut, tidak berapi-api. Dia menanyakan kepadaku, apa keperluanku. Aku jawab apa adanya. Aku tidak ingin banyak bertanya, seperti Musa dulu terlalu banyak bertanya kepada Khidr. Aku mendengarkan apa yang dikatakannya. Aku memperhatikan apa yang dilakukannya. Dia menunjukkan kepadaku jalan untuk menemui Guru Sejatiku dan mengajarkan kepadaku cara menempuh jalan itu. Semuanya jelas dan gamblang.

Bagai disambar petir ketika aku memasuki jalan itu. Sulit digambarkan dengan kata-kata, seperti sulitnya aku melukiskan rasa asin dengan kata-kata. Bahkan aku tidak dapat menjawab pertanyaan dia, selain melalui linangan airmata yang tak dapat kutahan. Inilah akhir pencarianku selama 15 tahun dan sekaligus langkah awalku memasuki pengembaraan rohani, dan aku menemukannya di sini melalui bantuan dia,pembimbingku. Melalui dia aku benar-benar menemukan kesejatian syahadat. Melalui dia aku dapat menemukan jalan untuk bertemu dengan Guru Sejati yang tak pernah bosan dengan kedatanganku. Bahkan Guru Sejatiku tidak pernah meninggalkan aku. Dia pula yang menyuruhku bertemu dengan Adam.

Aku tidak tahu, mengapa Guru Sejatiku menyuruhku bertemu dengan Adam. Yang mengherankan, tiap kali aku bertemu Adam, aku selalu merasa sedang berhadapan dengan diriku sendiri. Aneh.

” Itu sebabnya aku menyuruh kamu menemui Adam, Nak,” kata Guru Sejatiku lagi. ” Belajarlah dari dia, karena dia adalah manusia pertama yang diciptakan oleh Tuhan. Dia juga manusia yang pernah tinggal bersama-sama Tuhan.”

” Di sorga ?”

” Ya bolehlah kamu sebut sorga,” kata Guru Sejatiku sambil tersenyum. Dia tahu, kata-kata sorga itu sudah melekat erat dalam diriku. ” Banyak hal menarik yang dapat kamu petik dari pertemuanmu dengan Adam. Sekali-kali kamu harus berjuang untuk melepaskan diri dari ungkapan kata sorga, neraka, pahala, dosa dan ungkapan lain yang selama ini kamu dengar dari sesamamu. Padahal, apakah mereka pernah merasakan sorga dan neraka sebelumnya ?”

Aku mengangguk.

” Tanyakanlah kepada orang yang pernah mengalami sorga,” kata Guru Sejatiku,” dan orang itu adalah Adam, Nak.”

” Tetapi, kenapa tiap kali aku melihat Adam, aku selalu merasa seperti sedang melihat diriku sendiri, Guru ?”

” Nanti kamu akan tahu, Nak,” kata Guru Sejatiku.

Jika dia sudah berkata begitu, artinya akan ada jawaban yang akan aku peroleh dari pembicaraanku dengan Adam. Aku hanya tinggal mempersiapkan diri untuk selalu bertemu Adam berbekal kesabaran dan kesadaran yang sempurna. Kadang-kadang, kata-kata yang keluar dari mulut Adam sangat sulit dimengerti.

Tetapi pertanyaanku tentang sorga pasti tidak akan pernah dijawab oleh Adam secara gamblang. Dulu pun waktu pertemuanku yang pertama dengannya, Adam tidak menjawab ketika kutanyakan seperti apa sih rasanya tinggal di sorga. Dia bahkan hanya tersenyum dan menyatakan, tidak ada kata-kata yang dapat menggambarkan keadaan itu. Tetapi kenapa Kitab Suci selalu menyebut sorga, atau dalam bahasa yang lain disebut jannah, nirvana dan sebutan-sebutan lainnya, dengan gambaran tentang bidadari, buah anggur, kain sutera, beludru, permadani, sungai yang mengalir air susu, madu atau bahkan arak.

” Memang benar,” kata Adam, ” waktu itu pun Tuhan menyuruhku "Hai Adam bertempat tinggallah kamu dan isterimu di surga serta makanlah olehmu berdua di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu berdua mendekati pohon ini, lalu menjadilah kamu berdua termasuk orang-orang yang zalim." (QS 7:19). Jika kamu mendengar ini, tentu pikiranmu akan mereka-reka bahwa kehidupan di sorga itu sama seperti di dunia. Artinya di sana ada pohon, ada buah, ada makanan, ada sungai, ada segalanya yang dapat kau jangkau dengan panca indera duniamu. Betul begitu?”

Aku mengangguk. ” Tentu saja,” sahutku, ” setiap informasi yang sampai kepadaku pasti akan menyebabkan aku mengasosiasikannya dengan informasi yang sudah masuk lebih dulu. Jika dikatakan, janganlah kamu berdua mendekati pohon ini, maka pikiranku akan segera berasosiasi dengan pohon-pohon yang aku kenal. Pohon apa pun. Begitu juga jika dikatakan sungai-sungai yang mengalir di bawahnya, maka aku pun lantas membayangkan sungai yang pernah aku lihat.”

” Itulah kesalahan kalian,” kata Adam. ” Kalian mestinya harus sadar bahwa informasi tentang akhirat tidak bisa dihubungkan dengan keadaan dunia. Informasi tentang akhirat itu berada di wilayah intangible, sehingga bagaimana mungkin sesuatu yang intangible itu digambarkan dengan obyek yang tangible. Dua obyek yang berbeda, dan salah satunya tidak dapat dipakai sebagai perbandingan dengan yang lainnya.”

” Jadi, segala macam ungkapan seperti pohon, bidadari, buah-buahan, perhiasan, makanan, minuman dan gambaran-gambaran lain hanya sekedar perumpaan atau simbol belaka ?”

” Ya. Bukankah Tuhan sudah menyatakan hai manusia, telah dibuat perumpamaan maka dengarlah olehmu perumpamaan itu. Sesungguhnya segala yang kamu panggil atau kamu sebut atau yang kamu sembah selain Allah tidak dapat menciptakan seekor lalat pun, walaupun mereka bersatu menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka tiadalah mereka dapat merebutnya kembali. Amatlah lemah yang menyembah dan yang disembah (QS 22:73). Apakah tidak cukup jelas bagimu ?”

” Sangat jelas,” sahutku.

” Lalu, masihkah kamu bermimpi tentang sorga itu, anak bebal ?”

Aku tersipu.

” Apa yang digambarkan dengan buah-buahan, bidadari yang cantik rupawan, sungai yang mengalir air susu, arak yang tidak memabukkan, dan semua gambaran yang kamu temukan dalam Kitab Suci, itu hanyalah perumpamaan. Dan orang-orang yang menjadikan perumpamaan itu sebagai tujuan, maka dia akan tertipu oleh angan-angannya sendiri.”

” Kenapa begitu ?”

” Karena yang dia jadikan tujuan itu adalah simbol, bukan sesuatu yang sejati. Kamu tidak akan pernah mendapatkan sorga, jika kamu belum pernah mengunjungi sorga.”

Kata-kata itu mengejutkan aku.

Sangat mengejutkan.

Aku terpana.*****

diambil dari:http://www.kompasiana.com

No comments:

Mimpi 23 Romadhon 1442 H

 Sore kisaran jam 10 malam aku berangkat tidur biasanya tengah malam ini karena, mbarep lagi kongkow-kongkow jadi area kekuasaanku di ambil ...