Wednesday, July 19, 2017

12. Raden Mas Akoe Sinten Nyono ; “Ayat-ayat kauniyah”~1.

Dalam episode ini diceritakan kehidupan Raden Mas Akoe Sinten Nyono
secara manusiawi, banyak terjadi berbagai hal yang mungkin tidak dapat dicerna
oleh akal, namun demikianlah adanya realita yang ada.
Apa yang baik ambillah, apa yang kurang berkenan tinggalkanlah.
Tidak sesuai,..ya jangan disesuaikan,..bila sesuai,..ya jangan dibilang tidak sesuai,
Orang medan bilang : pokoknya …..suai suailah…..
Bila setuju,….lanjut membaca…bila tidak setuju,….ya udahan aja…
Gitu aja ko repot buanget sih……

Jadilah Raden Mas Akoe punya kegiatan ‘seru’ yang tidak diketahui orang-orang,
pandang memandang, awalnya memandang, kemudian dipandang, sekarang
pandang memandang. (he..he..bingung-bingung dah)
dibatas ucapan, luar biasa…bayangkan, pandang memandang dengan hitam manis
aja kabarnya tak jemu (lagu), apa lagi ini ? yang ini tidak kena hukum jemu terhadap
waktu, bagaimana bisa bosan…kalau tidak kena tua, tidak kena rusak, tidak kena mati,
dan tidak ada jeleknya, kalau yang ‘hitam manis’ itu lama-lama pasti tuwir…..

Pandang memandang ini, dalam dimensi kesejatiannya adalah perwujudan
Dari janji “ingat-diingat” itu, Raden mengingat-Nya lewat berbagai maujud,
yang hakikatnya dia sedang ‘membaca ayat-ayat Kauniyah, ayat-ayat semesta.
Inna fikhtilaafil layli wan nahaari wa maa kholaqolloohu fis samaawaati
wal ardhi laa aayatil liqowmiy yattaquun.
Sesungguhnya pada pertukaran malam dan siang, dan pada apa yang diciptakan Alloh
di langit dan di bumi, benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan-Nya)
bagi orang-orang yang bertakwa. (QS. Yunus : 6)
 Kemudian atas kehendak-Nya juga, dia menerima hakikat rasa ‘diingat balik’ oleh-Nya.
Fadzkuruunii adzkurkum wasykuruu lii wa laa takfuruun.
Karena itu ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku pun ingat kepadamu,
dan bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kamu mengingkari-Ku (QS. Al Baqoroh : 152)
ajaibnya lagi seperti kata Habib, si penjahat itu kini berganti wajah jadi ajengan,
berputar 180 derajat, kompak dengan hati, selaras…apa kata hati, sama kata akal.
Wa yaj’alur rijsa ‘alal ladziina laa ya’qiluun, dan Alloh menimpakan
kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya. (QS. Yunus: 100)
Maka akal harus di’taslim’kan dulu agar layak di pergunakan, jangan sampai pemakaiannya
tidak dapat nilai gara-gara berbeda nafsu, mempergunakan akal bukanlah
semata-mata berpikir, berpikir yang bagaimana ? yang bukan-bukan ?
Kalau sekedar itu jelas nafsu, akal harus dipakai dengan ilmunya yaitu iman.
Sebab mempergunakan akal itu sejatinya bermakna ‘temukanlah Aku’,
kalau tidak  dipergunakan untuk ini, maka sampai botak pun tidak ada harganya
dimata Alloh.
Innazh zhonna laa yughnii minal haqqi syai’an, sesungguhnya
persangkaan itu tidak sedikit pun berguna untuk mencapai kebenaran, (QS. Yunus :36)
Kebenaran tidak bisa digapai lewat keseolah-olahan…..

Hingga pada suatu hari,
“Mas Raden, waduh..kemana aja, bos ?” sapa chacha saat jumpa Raden ditempat cukur.
Raden yang sedang duduk sambil baca Koran, menunggu giliran dipangkas tersenyum,
“Ada cha, disini sini aja, apa kabar ?”
“Aku sih baik-baik saja, bos yang gimana kabar..?”
“he..he…sama, sedang-sedang saja, gimana teman-teman..?”
“Ini dia, semua pada nanyain tuh..,ceritanya..sudah lupa ya sama kita-kita ?
  Habis manis sepah dibuang gituh…?”
“Nggak cha…rugi aku kalau buang kamu,…kamu kan masih boleh bodinya…
  Ada sih penyok-penyok dikit, tapi wajar,..dempul-dempul sedikit,..mulus lagi,
  Yakin masih laku dijual paksa ke janda-janda pusing itu, he..he…”
“Sialan…”Chacha tertawa.  Mereka tertawa…..
Bincang-bincang Raden dengan Chacha pun berlanjut, tapi tidak lama kemudian
seorang perempuan sekitar 40 tahunan di tempat cukur itu dari toko sebelah,
rupanya gebetan baru chacha, dari dulu dia memang sering macarin janda,
pacaran normal sih, bukan jenis yang tidak normal, tapi hobinya senior, sudah gitu
tidak ada yang langgeng, sebentar-sebentar saja kisahnya, macam pacaran anak SMP,
namun tidak bermasalah karena chacha memang belum menikah, alias bujang lapuak.
“Gitu saja ya mas, sedang buru-buru nih, pokoknya besok malam ditunggu dirumah
pak Mukhyar, kalau sampai nggak datang , jangan mengaku teman lagi lah…”
Raden balas nyengir, soalnya gebetan baru chacha juga meringis, busyet garang hawanya,
kuteknya hitam men…dipadu lipstick merah darah, pakai celana jeans ketat pula,
bajunya corak daster model kedodoran, seperti yang biasa dipakai turis Hawaii
sebelum berjemur di pantai Tahiti, mungkin dari sini mau berjemur juga di pantai
Ancol ujung utara Jakarta.
“Gimana ?” chacha minta ketegasan.
“Iya, Insya Alloh” jawab Raden masih nyengir.
Chacha mengangguk puas, setelah uluk salam, dia dan pacarnya berlalu.
Raden memandang sejoli yang sedang menyebrang jalan itu, terlihat seperti angka 10
cowoknya tongkat, ceweknya telur,…klop sudah…

Maka besok malamnya Raden bertandang ke rumah Pak Mukhyar, rindu juga dia sama
teman-teman gaibnya. (Cerita dahulu saat mencari melalui dunia gaib)
Sudah lumayan lama tidak jumpa, sejak kira-kira beberapa tahun gitu, soalnya sejak itu
Raden Mas akoe jumpa yang seru-seru terus, tapi bukan berarti dia lupa kepada mereka.
Entah teman-teman itu masih senang main dunia pergaiban atau tidak…
“Assalamu’alaykum” sapanya di batas pagar, diteras tampak teman-teman.
“Wa’alaykum salam” sahut mereka.
“Tuh..datang khan..? berarti masih teman…”terdengar suara chacha.
Raden mesem, berjalan melintasi halaman, tampaknya chacha sudah berkisah
kepada  para kolega tentang perjumpaan dengannya kemarin.
Bujang lapuk itu memang tipikal rame, demen senior plus hobi berkicau.
Lalu teman-teman pun menyambut rekan lama, biasa intro dulu, tanya-tanya kesibukan,
kabar usaha, kabar isteri, kabar anak-anak dan kabar lainnya sekedar basa-basi.
“Tapi rokok kritis nih mas..”celetuk chacha melengkapi bagian “D”, itu lho “UUD”
Ujung-Ujungnya Duit, macam kebiasaan lama dunia pergaiban, yang hampir selalu
buntutnya nyangkut ke duit.
Raden meringis, yang lain juga, bukan tidak mau, bukan juga pura-pura lupa,
tapi Raden memang dilarang teman-temannya membawa itu, maksudnya ya kasih
aja “Pak Harto” beres deh…biar nanti chacha yang mengurus, soalnya rokok mereka
beda-beda, lain bibir lain merek, tidak pas rasanya kalau seragam, walau diseragamkan
pada rokok papan atas, Raden tidak hafal itu, chacha yang ngelotok luar kepala,
hafal dia sampai bandrolnya masing-masing.
Nyebelin juga bujang lapuk ini, untuk janda selalu ada, tapi untuk rokok langsung kere.
Chacha pun melesat naik motornya usai terima setoran modal, banyak ini..
bisa sekalian martabak telor dan gorengannya.
Sementara menunggu dia, obrolan khas bapak-bapak pusing di teras rumah Mukhyar
pun terus berlanjut…
“Pak Aji nggak datang, kang..?” Tanya Raden.
“Tadinya mau,..tapi barusan telpon katanya ada pasien mendadak, jadi terhalang
demi kemanusiaan.” Jawab Mukhyar.
Raden mengangguk-angguk, ditempatnya sana, Pak Aji Bugel memang berpraktek
Paranormal, maklum namanya juga jagoan ‘khodam’, kabarnya dia dikawal bermacam
‘jajaden’(makhluk halus), mulai hariamu leluhur sampai arwah badak lieur,
entahlah urusane dewe-dewe, habis susah dikasih tahunya.
Berhubung ‘suhu’ tidak hadir, maka acara pun bergulir suka-suka, ngobrol kesana
kemari sekenanya, lalu ‘ngadu bako’ (lomba rokok) itu makin hot saat rokok, martabak
dan gorengan datang, ketambahan isteri Mukhyar menyediakan bandrek sepanci penuh,
ya sudah, tambah lieur lah mereka, macam badaknya Pak aji itu….
“Buat apa coba ? pergi haji kok sampai setahun sekali ?”
Sulaiman membuka topik baru di forum lieur ini.
Di simak-simak ajaib juga, bagaimana obrolan awal-awalnya membahas industry kulit
cibaduyut gara-gara pameran sandal kulit ustadz amir yang katanya beli disana itu,
kok bisa sampai ke Mekkah ? nyambung nggak nyambung, nyatanya terhubung,
unik mekanisme ketersambungan ini.
“Beneran haji Helmi mau naik haji lagi ?” chacha bertanya.
Di luaran santer kabar kalau pak haji yang lagi naik daun itu hendak kembali
menyambangi tanah suci, sebagaimana tiga tahun terakhir, sejak kirim mengirim
TKW nya sukses mendulang dolar.
“Bukan kabar itu sih” timpal Sulaiman, rada ketus nadanya.
“Emang kenapa kalau naik haji lagi, Man ?” Mukhyar terpancing masuk,
soalnya dia juga haji, walau baru sekali dan sudah lama banget, saat masih berdinas
di sebuah instansi pemerintah, berangkatnya juga ‘abidin’ (atas biaya dinas).
“Yaa…nggak apa-apa sih…”
“Terus apa yang kamu ributkan ?” kejar Mukhyar, sesaat merasa diatas angin.
Sulaiman nyerengeh, “Nggak ah..” ujarnya.
“Kan kamu yang buka halaman ? Mesti di jawab dong” haji ‘abidin’ terus nguber.
Sesaat Sulaiman masih nyengir, tapi kemudian menjawab juga karena ditatap
Mukhyar, “Nggak ada masalah,…masalahnya cuma nggak cocok aja gelar hajinya
dengan kelakuannya, itu doang.”
Mukhyar mendelik, tapi kemudian meredup, sebab menurutnya iya juga sih,
walau dia bukan tetangga haji Fikri seperti Sulaiman yang se RW dengannya,
namun bisik-bisik miring tentang kepelitan haji Fikri sudah jamak diketahui orang,
termasuk kabar kabur mengenai sikapnya yang kurang ber peri kemanusiaan
terhadap para ‘komoditi ekspor non migas’ itu.
Entah benar entah bohong, namun demikianlah tedengar sayup-sayup kencang
dipasaran gossip lokal.
“Kita nggak boleh su’uzhon, duitnya kan punya haji Fikri, ya suka-suka dia
mau dipakai apa” amir memberi nasehat adem, namanya juga ustadz.
Namun seperti sudah diberitakan tadi, kalau tidak ada’suhu’ maka temperatur
masing-masing kepala mereka cenderung tinggi, soalnya setara pengetahuannya
atau menyetarakan diri, jarang ada yang mau mengalah, maka siraman adem
ustad amir itu disambut Sulaiman pakai jurus api nyamber bensin…
“Bukan gitu tadz…aku nggak ngomong soal duitnya punya siapa, ini tentang malu-maluin.
Masak haji kelakuannya kayak gitu ?” sanggahnya dengan urat leher mulai menonjol.
“Lho, pertamanya kan soal haji Fikri mau naik haji lagi ? kenapa sekarang lebih
ke kelakuan ? ustadz amir tidak mau kalah gertak, maklum anak kolong
bapaknya mantan polisi sekian tahun lalu, dia malang melintang pegang stamplas,
hobinya memalak sopir-sopir mobil elf di terminal, entah gimana ceritanya
kini bergelar ustadz, yang jelas ditahun tahun terakhir ini sang jeger pindah
malang melintangnya ke musholla, tidak terlihat nongkrong di stamplas lagi.
Selanjutnya debat kuda lah yang ada, sudah lewat debat kusir, selusinan peserta
Ini terpecah dua, sebagian masuk golongan Sulaiman, yang lain partisipan amir,
tiga abstain, Mukhyar, chacha dan Raden, sang tuan rumah geleng-geleng kepala
weleh-weleh macam kasus pansus bank century aja.

BERSAMBUNG
diambil dari http://nasehatabah.blogspot.co.id

Ila Ruhi Mas Andi Bombang..Al-Fatiha....

No comments:

Mimpi 23 Romadhon 1442 H

 Sore kisaran jam 10 malam aku berangkat tidur biasanya tengah malam ini karena, mbarep lagi kongkow-kongkow jadi area kekuasaanku di ambil ...