Wednesday, July 19, 2017

Sang Guru Sejati (3)


” Sebenarnya, Tuhan sudah mengajarkan kepada aku sesuatu yang tidak pernah diajarkan kepada Malaikat dan mahlukNya yang lain,” kata Adam setelah ia melihatku dalam kebingungan. ” Dia mengajarkanseluruh nama-nama (QS 2:31). Nama-nama itu adalah milikNya, sifatNya, ilmuNya, kekuasaanNya dan segala sesuatu yang meliputi seluruh alam. Dengan pengajaran itu sebenarnya Tuhan sedang memberitahu bahwa Dia melakukan sesuatu atas kemauanNya sendiri dan untuk diriNya sendiri. Dia memberikan segala sesuatu kepada mahlukNya atas kemauanNya sendiri dan untuk diriNya sendiri. Dia menghukum atas kemauanNya sendiri dan untuk diriNya sendiri.”

” Terus, apa kesalahanmu ?”

” Kesalahanku ada dua, yaitu, melupakan sesuatu yang telah ditunjukkannya kepadaku dan lemah kemauan. Dia menyatakan ”sesungguhnya telah Kami perlihatkan kepada Adam dahulu, maka ia lupa, dan tidak Kami dapati padanya kemauan yang kuat” (QS 20:115). Dua kesalahan itulah yang aku alami. Maka aku tidak ingin anak-anak keturunanku melakukan kesalahan yang serupa.”

” Maaf,” kataku, ” jika kamu tidak lupa, apakah itu berarti takdir Tuhan tidak berlaku padamu ?”

” Kenapa kamu tanyakan itu ?”

” Ya, karena tadi kamu mengatakan bahwa takdirmu adalah tinggal di bumi, bukan di sorga. Kamu diturunkan ke bumi karena kamu membuat kesalahan. Kamu tidak ingat kepada apa yang sudah ditunjukkan Tuhan kepadamu dan kemauanmu pun lemah. Nah, bukankah itu berarti, jika kamu tidak lupa dan jika kamu memiliki kemauan yang kuat, Tuhan tidak akan menyuruhmu turun ke bumi ? Jika itu terjadi, bukankah takdir Tuhan juga tidak berlaku ?”

Adam tertawa. Mungkin ia senang karena aku sudah mulai dapat mengikuti pembicaraannya.

” Anak bebal,” kata Adam di ujung tertawanya, dan aku kesal jika disebut anak bebal. ” tadi kan aku sudah bilang, Tuhan melakukan sesuatu itu atas kemauanNya sendiri dan untuk diriNya sendiri. Tidak ada yang dapat membatalkan rencana Tuhan. Setiap rencana Tuhan pasti terjadi. Begitu pun rencanaNya untuk menempatkan aku di bumi. Tuhan punya cara untuk memuluskan rencanaNya.”

Aku memandang Adam.

” Semua yang terjadi dan menimpa manusia itu sudah berada dalam rencana Tuhan,” kata Adam lagi. ” Tidak ada satu pun mahluk yang dapat mengelak dari rencana itu. Maka tidak ada gunanya melawan kehendak Tuhan. Yang harus kita lakukan adalah menyesuaikan diri, jika rencana Tuhan itu terjadi pada kita. Tidak usah melawan. Tidak usah berontak. Terimalah semuanya, dan sesuaikan dirimu dengan keadaan baru yang telah terjadi pada dirimu sesuai dengan rencanaNya.”

” Tetapi bagaimana Tuhan memuluskan rencanaNya sehingga kamu akhirnya juga harus turun dari sorga ?”

Adam terkekeh. ” Dasar anak bebal,” ujarnya dengan menyebutku anak bebal, sebutan yang amat kubenci. ” Mula-mula Tuhan memberiku kemuliaan, yang dengan kemuliaan itu Dia memerintahkan kepada para Malaikat "Sujudlah kamu kepada Adam," maka sujudlah mereka kecuali Iblis (QS 2:34). Artinya Dia menciptakan musuh yang bertugas untuk membuatku lalai dan ingkar kepadaNya, yaitu Iblis. Itulah rencana Tuhan untuk pada akhirnya menempatkan aku di bumi. Iblis selalu membisikkan kepadaku untuk melanggar apa yang sudah dilarang oleh Tuhan, yaitu janganlah kamu dekati pohon ini yangmenyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim (QS 2:35). Iblis menjalankan tugasnya dengan baik lalu aku dan isteriku digelincirkan dari sorga itu dan dikeluarkan dari keadaan semula (QS 2:36). Semula aku adalah menyandang baju kemuliaan, tetapi karena aku dan isteriku memakan dari buah pohon itu, lalu ditanggalkanlah baju kemuliaan itu sehingga nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun surga, dan durhakalah Adam kepada Tuhan dan sesatlah ia (QS 20:112).”

Aku tercenung, Adam dan isterinya yang semula mengenakan baju kemuliaan yang dianugerahkan Tuhan, gagal mempertahankan baju itu, karena ia tergoda oleh rayuan Iblis. Kedurhakaan telah menyebabkan Adam harus menanggalkan baju kemuliaan, bahkan ia berada dalam kelompok manusia yang sesat.

” Ketahuilah,” kata Adam lagi, ” sejak itu, takdir Tuhan menempatkan aku di bumi menjadi kenyataan. Aku tidak mungkin mengelak dari rencana Tuhan. Yang dapat aku lakukan adalah menyesuaikan diri dengan keadaanku yang baru. Karena Tuhan sudah berjanji kepadaku turunlah kamu ke bumi, sebagian kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan (QS 2:36).”

Aku mengangguk, ” Pantas dunia ini penuh dengan gejolak, permusuhan, kebencian dan balas dendam,” kataku.

” Bahkan kamu pun menjadi musuh bagi dirimu sendiri,” kata Adam.

Aku terkejut dengan pernyataan ini. Mana mungkin aku memusuhi diriku sendiri ? Tetapi Adam hanya tersenyum melihatku dalam kebingungan mencerna kata-katanya.

” Perhatikan baik-baik, anak bebal,” katanya. ” Tuhan mengatakan sebagian kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain. Ini seharusnya menyadarkan kamu, bahwa dalam dirimu ada dua potensi, yaitu potensi kemuliaan dan potensi kehinaan. Jika kamu punya keinginan untuk berbuat atau melakukan perbuatan mulia, itu artinya bagian dari potensi kemuliaan itu ingin tetap eksis. Tetapi, jika kemudian kamu merasa malas melakukan perbuatan mulia, itu artinya bagian dari potensi kehinaan pun sedang berjuang untuk tetap eksis. Bukankah itu artinya, keduanya saling bermusuhan ?”

” Benar juga,” gumamku.

” Bukan benar juga, tetapi memang benar begitu, anak bebal,” sahut Adam. ” Manusia sering terkecoh karena mereka lebih suka memandang ke luar dari dirinya. Jika diberitahu bahwa setan itu adalah musuh yang nyata bagimu, maka perhatiannya di arahkan ke luar. Lalu kamu menuduh orang yang tidak pernah salat, tidak pernah berpuasa, tidak pernah mengaji, tidak mau pergi haji, yang tidak pernah mau berbuat kebaikan sebagai anak buah setan. Merekalah musuh, karena mereka berteman dengan setan. Tidak pernah sekali pun mereka melihat kepada dirinya sendiri. Mereka tidak merasa, jika dalam kesendirian tidak ada orang lain, lalu mereka merasa aman sehingga berani melakukan perbuatan tercela, bahwa dirinya adalah teman setan. Mungkin malah dirimu sendiri itulah setan bagi dirimu. Maka dari itu, lihatlah selalu dirimu sebelum kamu mengarahkan jari telunjukmu kepada orang lain.”

Aku menghela nafas. Adam memandangku. Anehnya, tiap kali Adam memandangku aku merasa diriku sedang memandangi diriku sendiri.

” Coba ingat,” kata Adam lagi. ” Ketika aku tergoda Iblis, apakah ada orang lain ?”

” Ada,” kataku.

” Siapa ?”

” Isterimu.”

” Isteriku pun bagian dari diriku. Dia adalah tulang rusukku. Sehingga apa yang menjadi keinginannya pun menjadi keinginanku. Aku tidak berhak menyalahkan dia, karena keberadaannya mendampingiku juga karena diriku. Tuhan menyayangi aku, dan memberiku teman dari diriku sendiri.”

” Jadi ?”

” Kalau aku berbuat baik kepadanya, itu artinya aku berbuat baik bagi diriku sendiri. Sebaliknya, jika aku jahat kepadanya, artinya aku pun jahat pada diriku.”

” Kalau dia yang berbuat jahat ?”

” Itu perbuatan jahat untuk dirinya dan diriku juga.”

Aku terperangah. Aneh.*****

No comments:

Mimpi 23 Romadhon 1442 H

 Sore kisaran jam 10 malam aku berangkat tidur biasanya tengah malam ini karena, mbarep lagi kongkow-kongkow jadi area kekuasaanku di ambil ...