Wednesday, July 19, 2017

8. Raden Mas Akoe Sinten Nyono ; “Balada Kehidupan” -1

Dalam episode ini diceritakan kehidupan Raden Mas Akoe Sinten Nyono
secara manusiawi, banyak terjadi berbagai hal yang mungkin tidak dapat dicerna
oleh akal, namun demikianlah adanya realita yang ada.
Apa yang baik ambillah, apa yang kurang berkenan tinggalkanlah.
Tidak sesuai,..ya jangan disesuaikan,..bila sesuai,..ya jangan dibilang tidak sesuai,
Orang medan bilang : pokoknya …..suai suailah…..
Bila setuju,….lanjut membaca…bila tidak setuju,….ya udahan aja…
Gitu aja ko repot buanget sih……


---()---

Dan, Maha benar Alloh dengan segala firman-Nya, demi kebenaran yang bersandar
kepada-Nya, ‘wal fajri’ itu langsung tek-jess bukan matahari terbit lagi bagi Raden Mas.
Begitu ‘disentuh dengan rasa’, ayat pertama surat al-Fajr itu bermakna jauh melampaui
sekedar matahari terbit di pagi hari, jauh melampaui itu.
Benar kata Habib, Yang Maha Kekal tidaklah kena bersumpah atas nama
yang ‘tidak ada’, bagi Raden Mas akoe kini, wal fajri nya kekal, sekekal kebenarannya.
(Jangan bingung ni ye… he..he…penasaran tuh..)
Laa tuharrik bihii lisaanaka lita’jalaabih, jangan kamu menggerakkan
lisanmu untuk (membaca) al-Qur’an karena ingin cepat-cepat (menguasai) nya.
Inna ‘alaynaa jam’ahu wa qur’aanah, sesungguhnya atas tanggungan
Kami lah mengumpulkannya (didadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya.
Fa idzaa qoro’naahu fattabi’ qur’aanah, apabila Kami telah selesai
membacakannya, maka ikutilah bacaannya itu.
Tsumma inna ‘alaynaa bayaanah, kemudian sesungguhnya atas
tanggungan Kami lah penjelasannya. (QS. A-Qiyaamah :16-19)

Lalu seperti disampaikan Habib, pun sebagaimana telah ditegaskan dalam ayat
16 surat al-Qiyaamah, “Jangan buru-buru..!” maka Raden Mas Akoe tidak hendak
memaksa yang belum membuka untuk membuka.
Pokoknya, pada ayat-ayat suci yang belum langsung tek-jess, Raden sadar sepenuhnya
bahwa untuk yang demikian berarti dia belum diberi hak paham oleh-Nya.
Sebab, “Aku yang menanggung penjelasannya” kata Alloh.
Jadi, jangan coba-coba deh….
Soalnya, kalau dibukakan sedikit saja pintu coba-coba, si penjahat langsung datang
membawa beragam gambaran, wajahnya dipasang tampan, macam salesman surga.
Kemudian, berjajarlah produk-produk semisal boneka cantik dari india
yang memakai gaun sutra tembus pandang itu.
Kabarnya permanen pula, perawan terus, he..he..kalau nggak kuat, si imin
bisa jebol beneran tuh.
Atau, seperti saat Raden tiba di ayat Cahaya, ee..ee..si penjahat itu nyelonong ke tengah
kemacetan sambil koar-koar, katanya yang dimaksud “Pohon zaitun yang
tumbuhnya tidak di timur dan tidak juga di barat” itu, adanya di negeri arab.
Khan disana disebut Timur tengah…
Hah..? Raden mendelik, Timur tengah, mbahmu ! jelas-jelas ‘tidak di timur tidak di barat’
kenapa nongol di Timur tengah ?
maka, buk ! si Raden menonjoknya keras dengan dzikir Cahaya dan dzikir Qolbi.
“Pergi kau setan !” bentaknya dalam hati, penjahat kambuhan itu pun berlalu…
Demikianlah, pada bagian al-Qur’anul Karim, ada yang sudah membuka,
ada pula yang belum, tapi pada al-Qur’anul Azhim, yang maujud dari Yang Wujud itu,
terus terang semua belum membuka, semutnya masih semut, ayamnya masih ayam,
batunya masih batu, gunungnya pun masih gunung, indah memang, tapi masih sebatas
“rasa keindahan”, belum jumpa dengan “rasa sejati” nya.

Sesuai amanat sang guru, dan dengan terus mengontrol tindak tanduk muslihat si penjahat,
Raden Mas lanjut memandang.
Dan berhubung memandangnya pakai hati walau dalam hal ini bukaannya belum cukup
menembus, tampilan luarnya sudah boleh, mata Raden terlihat agak meredup syahdu,
bibirnya terlihat senyum-senyum terus.
Memandang tabung gas tersenyum, memandang botol aqua tersenyum, memandang
pegawai yang rada-rada nyebelin tersenyum, maka sang isteri tidak tahan
untuk tidak buka suara…
“Kenapa sih Mas,..?” dia bertanya manja, rada mendesah tea.
Awalnya Raden bertahan, tapi kewalahan juga karena digencet sang isteri
yang jagoan neken, berat urusan kalau sedang keras kepala, bias-bisa ga dapat jatah…
Namun setelah Raden memberi keterangan tentang itu, sebatas yang bias disampaikan,
sang isteri manyun, cemberut beneran kali ini.
Soalnya, ternyata pandangan syahdu ini disebar merata oleh suaminya ke banyak pihak,
masa dikasihkan ke rumput, kerikil, semut, dinding rumah, bahkan orang-orang lewat.
Wuih,..apa-apaan ini..?
Sang suami tersenyum sayang, “Kecuali jika dibandingkan dengan-Nya, tetap adinda
yang tercantik diantara semuanya, percaya lah..”bisiknya mesra.
mendengar ini, tidak pakai pelan-pelan, cemberut asli sang isteri pun meluruh,
langsung berganti jadi manyun yang uh…lagi, maka sang isteri pun tersenyum manis,
manis sekali, seperti saat-saat awal mereka saling melirik di pelataran mesjid dulu.
Di alam bisnis, romli teguh juga, tidak kenal lelah dia merayu juragan agar mau
memperbesar skala usahanya.
Diam-diam sang isteri pun dibisikin, taktik lama ini, sudah dikenal zaman Nabi,
kalau mentok di lakinya, coba lewat perempuannya.
Sang isteri tidak main paksa, sekedar nanya, “Kenapa sih Mas ?” begitu.
“Gimana pak..? peluang bagus khan..?” Romli menyambar.
Raden Mas menghela napas, lalu menggeleng-geleng.
“Yah, pak..kenapa sih ? padahal ada bank yang mau kasih modal lho…”
“Heh, Bank apa..?”
Romli pun menjelaskan bank yang katanya bersedia meminjami modal
untuk mengembangkan usaha.
Raden Mas Akoe pun tertawa, ternyata bank nya yang dulu…
“Apa kabar Pak Gilang ?” dia bertanya.
Romli kaget, “Bapak kenal sama Pak Gilang ?”
“He..he..he..Raden tertawa, “Kamu kenalnya gimana ?”
Romli menjelaskan kronologisnya, rupanya tidak langsung ke Pak Gilang,
Lewat seorang marketing landing nya dulu, penjaja kredit bagi para debitur potensial.
Dari situ naik tiga tingkat baru ke Pak Gilang, yang dulu staf akutansi seperti halnya
Raden Mas saat jadi karyawan, sekarang dia menjabat kepala seksi dibagian kredit
kantor cabang.
Kata Romli, usaha agen gas ini sudah masuk daftar skala UKM potensial yang layak
diguyur dana, lucu juga, mereka tidak kenal yang punya, ini karena para marketing itu
 orang-orang baru yang masih fresh graduate, kalau senior-seniornya yang sekarang
sudah jadi atasan, pasti kenal lah, termasuk Pak Gilang itu….
“Garis celananya Pak Gilang masih ngejepat, nggak ?” Raden bertanya.
Dulu teman satu ini pakaiannya necis senantiasa, celana panjangnya tersetrika rapi,
garis lipatannya manunggal ogah pindah-pindah posisi.
“Oo iya pak, rapi sekali, rambutnya klimis, rapet nempelnya, susah goyang biar dibawa
lari-lari, model serepet jebret.”
“He..he..he..”Raden tertawa lagi, masih berlaku ternyata istilah serepet jebret ini,
Itu lho, gaya rambut Elvis Presley, rapat dikedua sisi, bagian depannya ditarik maju,
jadinya, serepet pinggir lalu jebret ke depan.
Romli juga ikut tertawa, kelihatannya ada nada-nada peluang nih.
“Jadi, gimana terusannya ini pak..?” dia nembak.
“Kamu dapat persenan berapa sih ?” Raden balik nembak.
“Oo nggak pak : Romli gugup.
Raden nyerengeh, “Kamu ini ngibul ke yang tahu, kamu kira, gimana caranya
aku kenal pak Gilang, coba ?”
“Wah, saya nggak tahu, mungkin kenal di acara-acara apa gitu ?”
“Acara apa ? dia itu dulu teman saya hadap-hadapan meja, saya tahu hampir semua
kartu As nya, he..he….”
“Lho ? Bapak pernah kerja di bank itu ?” romli kaget beneran.
Raden Mas Akoe mengangguk nyengir.
“Kalau gitu urusannya bias lebih gampang ini, iya kan pak ?”
Tenang saja, fee 2,5% nya jalan terus, tidak terpengaruh kisah lama…
“He..he.., nggak lah, buat apa sih ? segini juga masih cukup.”
“Cukup sih cukup pak, tapi peluang kan wajib ditangkap ? nggak setiap hari lewat itu.”
“Romli, hidup ini bukan cuma tentang duit, ngerti enggak ?”
“Paham pak, tapi kalau nggak ada duit, artinya nggak makan, kalau nggak makan,
sama dengan mati.”
“Ah kamu ini, sembarangan ngomomg mati, sudah siap apa ?”
Romli nyengir, “Teori nya kan first in first out, pak ?”
Raden tertawa, enak aja..first in forst out katanya, duluan datang duluan pulang, apanya ?
yang barusan nongol langsung balik, ada. Yang belum nongol sudah pulang duluan,
pun banyak. Uniknya giliran kakek nenek yang sudah keriput kwadrat rindu kampung
halaman ‘azali’ malah nggak dipanggil-panggil.
“Jadi, gimana kesimpulannya ini pak ?” tembak romli.
“Ya tetap tidak lah, he..he..terima kasih.”
Romli mendelik, geleng-geleng kepala, busyet ditinjau dari segala arah tidak ketemu
kecoaknya nih, bagus semua, peluang ada, modal ada, system usaha pun tersedia,
apa lagi ? maka pusing lah romli melihat sang juragan nyerengeh, soalnya 2.5%
dari nilai kredit yang dijanjikan pak gilang itu lumayan euy,
bisa dipakai nebus seperangkat meubel atau motor bebek baru.

BERSAMBUNG
diambil dari http://nasehatabah.blogspot.co.id

Ila Ruhi Mas Andi Bombang..Al-Fatiha....

No comments:

Mimpi 23 Romadhon 1442 H

 Sore kisaran jam 10 malam aku berangkat tidur biasanya tengah malam ini karena, mbarep lagi kongkow-kongkow jadi area kekuasaanku di ambil ...