Wednesday, July 19, 2017

14. Raden Mas Akoe Sinten Nyono ; “Ayat-ayat kauniyah”~3

Mukhyar mendelik, “Maksudnya gimana lagi ini ?”
“Katanya berurutan ? yang paling rumit,..ya urutan pertama..Syahadat tadi,
kalau ini beres, kesananya tinggal ngikutin doang….”
“Alaaaah..jangan berbelit, terus terangnya gimana nih..?” Muhkyar maksa.
Raden Mas Akoe garuk-garuk kepala, “Alloh,..Alloh,..Alloh…” begitu terasa dalam
hakikatnya, maka dia tersenyum simpul karena ini.
“Jangan meledek dong..” Mukhyar protes melihat Raden tersenyum.
“He….he…he…” Raden malah terkekeh, soalnya Mukhyar ‘kedengeran’ bertasbih juga,
apalagi ada sederet kue lapis di keningnya.
“Eee malah ketawa..” haji ‘abidin’ kembali protes.
“Nggak kang,…bukan ngetawain akang,..cuma pengen ketawa aja..”
Mukhyar merengut, soalnya Raden berkata itu sambil terus nyerengeh,
tampilan luarnya sih boleh jadi terkesan meledek.
“Oke,..oke kita teruskan sedikit,..kata akang intinya Sholat apa sih..?”
Mukhyar terdiam berpikir, “Apa…?” dia malah balik bertanya.
“Lho…masak kang Mukhyar nggak tahu…?”
“Alaaah apaan sih ?”
“Ya..Syahadat dong,…katanya tadi berurutan..?”
Mukhyar tercekat lalu terpekur, Amir juga, yang lain sama.
“Mudahnya nih,…dibatas kata-kata..Sholat itu harus dengan Syahadatnya,
bukan Syahadat ucapan saja, harus dengan Haqqul Yaqin nya, tanpa itu
terus terang belum tentu Sholat namanya, ini secara Hakikat lho,
jangan salah terima,..ya ? tanya saja hati masing-masing, sudah benar belum
Sholat saya ? kalau belum, berarti ada yang harus ditata ulang, masih ada
belum beres,…kenapa ? sebab Alloh telah menjanjikan ini,
Inna sholaata tanhaa ‘anil fahsyaa’i wal munkar..hafal kan..?
Haditsnya  juga ada, Laa yaqbalulloohu sholaatan bighoyri thuhuur,
Alloh tidak menerima Sholat tanpa kesucian, nah..kesucian ini lahir dan batin,
bukan Cuma soal tempat dan pakaiannya saja.”
Mukhyar menunduk, Amir menerawang, yang lain bengong….
Raden tersenyum.
“Begitulah kang, kalau Sholatnya sudah benar, yang bermakna Syahadatnya juga benar,
barulah syahdu Puasanya, puasa beneran,…bukan sekedar menahan perut
dan kerongkongan (tenggorokan).
Satu,..dua..tiga..dapat,..lanjut ke empat, yakin beda nuansa bayar Zakat Fitrah
karena bareng ‘rasa’nya, berapa sih ongkos Zakat Fitrah ? maaf ya..?
Mahalan rokok Djie Sam Soe tiga bungkus, nah masak sih cuma sekedar begitu ?
jangan dong,…rugi besar kita..harus bisa sampai melihat ‘rasa’nya Fitrah,
yang menembus sejagat alam,…he…he…he…”
Serentak,…memandang Raden Mas Akoe semuanya, mungkin tertarik oleh
‘rasa’nya menembus sejagat alam tadi, yang dipandang sih mesem saja,
soalnya yang memandang belum sadar kalau mereka pun dipandang.
“Sudah ya…sudah cukup kan…?” Tanya Raden.
“Yang kelima mana…?” amir menimpali.
“Sama jalurnya, setelah satu, dua, tiga, empat, benar…siahkan lanjut ke lima,
bagian dalamnya sudah beres tuh, tinggal bagian luarnya, punya duit nggak ?
sehat nggak ? kalau bagian itu sudah siap, berarti sudah intan, belum berangkatnya
saja sudah intan, baliknya nanti makin mengkilat pasti, digosok di Masjidil Harom
sana, lain kalau dari sininya masih keras batu koral, baliknya dari sana malah tambah
nggak karuan, somplak dimana-mana, lha koral mau coba-coba digosok
di Masjidil Harom, ya runyam…Mesjidil Harom bukannya tempat coba-coba,
sekedar iseng-iseng berhadiah karena merasa punya duit dan butuh gelar haji
atau hajjah demi yang lain-lain selain Alloh,..wah enggak kepake tuh….”
“Jadi Mas Raden belum kesana karena ini..?” Tanya chacha.
Raden Mas Akoe mesem lalu mengangguk, “Hakikatnya semua karena Alloh,
di batas Syariat… iya, soalnya Syahadat saya masih belum pol,…cha…”
“Berarti belum benar juga dong Sholatnya, sama yang lainnya ?”mukhyar menyodok.
“He..he..he…” Raden tertawa pelan, “Hakikatnya,..iya,…Syariatnya..nggak dong…
Nih kang Mukhyar…karena kita mengaku beragama Islam, ya kena hukum Syariat,
maka kerjakanlah perintah-perintah Syariat, tapi jangan segitu saja, hakikatnya juga
harus dikejar, Syariat dikerjakan, Hakikat dicari, jangan bingung…sebenarnya
syariat dan hakikat tidaklah terpisah, pada setiap syariat ada hakikat, pada hakikat
ada syariatnya, ini soal luaran dan dalaman, lahir dan batin, katanya mohon maaf
lahir-batin kalau lebaran..? benar nih..? kompak lahir sama batinnya..? apa bukan
sekedar dibibir saja ? soalnya banyak kejadian belum lama lebaran…sudah bertengkar
lagi, bahkan ada yang disaat lebarannya, hebat kan…?”
Mukhyar terdiam, amir mengangguk-angguk pelan.
“Terus gimana caranya meluruskan Syahadat ?” Tanya Amir.
“Kuncinya ada di iman ustadz…, kalau rukunnya iman ..hafal kan…? Masak ustadz
nggak hafal rukun iman ?” jawab Raden sekalian menggoda sedikit.
“Hafal sih hafal…cuma gimana ceritanya ini.?”
“Sama kayak tadi, beresin dulu yang pertama, kalau sudah dapat, yang lain
dijamin oke punnya.”
“Iman kepada Alloh..?”
Iyalah…emang ada yang lain ? he…he..he..”
Sang Ustadz terdiam sejenak, lalu nembak lagi, “Caranya gimana ?”
“Cara apa..?”
“Supaya bisa beriman kepada Alloh….”
“Lah…belum gituh…?” Raden meringis manis.
Amir mendelik, “Sudah sih..cuma perlu ditingkatkan, biar lebih bagus..”
Raden Mas Akoe terkekeh, Amir juga, Mukhyar dan yang lain bengong,
terus terang tidak gampang mengakui bahwa keimanannya yang ada perlu
ditingkatkan, apalagi bagi seseorang yang sudah kepalang basah disapa ustadz.
“Gimana…?” Amir menuntut jawaban.
“Caranya,..ya carilah jalan untuk mendekat kepada-Nya.”
“Waduh…gimana lagi caranya itu…?”
Innanii analloohu laa ilaaha illa ana, fa’budnii wa aqimish sholaata li dzikrii
Sesungguhnya aku inilah Alloh, tidak ada Tuhan selain Aku, dan dirikanlah Sholat
untuk mengingat-Ku, itu salah satu dalilnya…ustadz..perhatikan kata li dzikrii,
dzikir,…banyak-banyaklah mengingat Alloh…” (Afwan ne salafi yo ra mudeng)
Ustadz Amir mengangguk-angguk, “Setiap habis Sholat ya..?”
Raden Mas Akoe mesem, “Termasuk..tapi..kalau cuma habis Sholat,..rasanya
kurang penuh tuh..tiga kali tiga puluh tiga, seratus kurang satu, kalau saya sih kurang,
kalau saya lho…kalau kata ustadz itu sudah cukup banyak,…ya silahkan..”
“Iya sih,…perasaansaya juga kurang, jadi gimana..?” Amir minta tambah info.
Ya pokoknya sebanyak-banyaknya, itu yang saya tahu, silahkan ustadz cari
sendiri maknanya.”
“Apa nggak berlebihan tuh..?” pak haji ‘abidin kembali nyodok, “Alloh tidak suka
yang berlebihan kan…?”
“Betul kang, kecuali dzikir,..dzikir adalah satu-satunya hal yang tidak kena hukum
jangan berlebihan, Alloh jelas-jelas menyuruh kita mengingat-Nya dalam keadaan berdiri, duduk dan berbaring, Fadzkuruullooha qiyaaman wa qu’uudan wa ‘alaa
junuubikum, (QS. An Nisaa : 103) di surat Al-Anfal juga ada,
Fasbutuu wadz kurullooha katsiiro, teguhkan hatimu dan sebutlah
Alloh sebanyak-banyaknya, kalau tidak salah ayat 45 itu, banyak lagi keterangan
lainnya di Al-Qur’an, silahkan kang Mukhyar periksa sendiri.”
Mukhyar pun terdiam, terus terang sebenarnya dari tadi dia kaget mengetahui Raden Mas
ini banyak tahu dalil, padahal dulu…begitulah..pas-pasan modal ayatnya,
paling sekedar tukang protes, atau kreatif bikin gara-gara penyebab kekacauan
kalau sedang berkumpul nanggap jin di tempat keramat….
Perbincangan itu masih berlangsung beberapa saat kedepan, hingga kemudian
Raden Mas Akoe kembali mohon diri.
“Buru-buru amat ? masih sore ini.” Mukhyar menahan, setelah melihat arlojinya
jam sebelas malam lewat dua belas menit.
“Kasihan isteriku, he..he..he…” Raden ngeles.
Sebagian ikut tertawa.
“Tapi urusan Haji Fikri, gimana kesimpulannya nih..?” Tanya Sulaiman.
“Iya gimana tuh..?” chacha menimpali.
“Nggak tahu aku, kesimpulanku, nggak ada kesimpulan, urus saja urusannya sendiri-
sendiri dengan Tuhan, wong baliknya nanti juga sendiri-sendiri, sama seperti datangnya,
Wa laqod ji’tumuunaa furoodaa kamaa kholaqnaakum awwala marrotin
Wa taroktum maa khowwalnaakum wa roo’a dzuhuurikum.
Itu ayatnya, Al-An’am 94, jadi bagusnya sih kita jangan kebanyakan ngekerin orang,
teropong saja diri sendiri, siapa tahu masih banyak borok diri yang belum ketahuan.”
Sebagian besar rekan melongo, termasuk chacha, sulaiman meringis
Amir manggut-manggut, sementara haji’abidin’ kembali tercekat, beneran ini…
banyak tahu ayat Raden sekarang, tapi mereka tidak tahu kalau Raden bukan
cuma hafal dalil, sebab paham sekalian maknanya, jangan main-main dengan
penjahat insaf, kalau sudah insaf..si penjahat itu meningkat tajam kemampuannya,
saat belum insaf saja sudah hebat, apalagi setelah bertaubat…
“Ooo iya ustadz, tentang dzikir tadi, sesuai dengan artinya, maka dzikir bermakna
ingatannya, bukan sekedar ‘pengulangan/bilangan’nya yang sekian ratus atau sekian ribu,
pengulangan itu bisalah dipandang sebagai sarana, tapi bukan tujuan, sebab tujuannya
jelas yaitu ingat kepada-Nya,..ingat itulah…begitu ya..? ujar Raden sesaat sebelum
beranjak pulang, ustadz Amir mengangguk-angguk.
Entah paham,…entah tidak,………

BERSAMBUNG “Ngawulang Umat.”

 diambil dari http://nasehatabah.blogspot.co.id

Ila Ruhi Mas Andi Bombang..Al-Fatiha....

No comments:

Mimpi 23 Romadhon 1442 H

 Sore kisaran jam 10 malam aku berangkat tidur biasanya tengah malam ini karena, mbarep lagi kongkow-kongkow jadi area kekuasaanku di ambil ...