Wednesday, July 19, 2017

6. RADEN MAS AKOE SINTEN NYONO ; MASA PANCA ROBA-3

Itulah pertanyaan terakhirnya, untuk selanjutnya Akoe tidak hendak bertanya lain-lain
dulu kepada gurunya, kecuali hal-hal yang berhubungan dengan perjalanan ruhaniahnya.
Apa-apa yang dia rasakan dalam ‘mendzikirkan ruh’, sebab seperti ditegaskan oleh Habib,
tanpa’Muttaqin dan Yu’minun’, bohong jadinya.
Dan Raden Mas Akoe Sinten Nyono tidak hendak berbohong dalam kebenaran,
dia tidak hendak menempatkan al-Qur’an setingkat ‘dongeng’, dia tidak mau
memandang al-Qur’an hanya sekedar kumpulan ‘dalil dan kisah para Nabi.’
Dia ingin, ayat-ayat suci itu benar-benar menjadi ‘petunjuk’ suci baginya,
sebagaimana telah DIA janjikan.
Banyak hal yang dirasakan Akoe saat menjalankan dzikir ini, diantaranya..
selain pening kepala, adalah meredanya keinginan-keinginan duniawi,
bukan direda-redakan atau ditahan-tahan, susah itu..yang ini,menurun dengan sendirinya.
Hasrat-hasrat aliyah duniawi itu mengendur dengan sendirinya tanpa dipaksa,
bahkan,…sampai keurusan makan dan tidur.
Makannya menyedikit, tidurnya pun mengurang, hadits Nabi yang menganjurkan
makan saat benar-benar lapar dan berhenti sebelum kenyang itu, pelan-pelan mulai
dirasakan ‘adanya’.
Dulu, sabda Baginda Rosul itu hanya sekedar hafalan baginya tanpa mampu menerapkannya,
sering dicoba, dia memaksa diri menerapkannya, dapat sehari dua hari, paling lama tiga hari,
selanjutnya bablas lagi. Sekarang menyelaras sendiri tanpa dipaksa, bisalah barang kali
dikatakan semacam efek sampingan.
Akoe menjalankan dzikir Cahaya, lantas efek sampinya antara lain ini,
makanya tidak pakai ngeden kayak sebelumnya.
Demikianpun dengan tidur, terus terang muncul sebentuk perasaan rugi kehilangan
waktu malam hanya untuk tidur, sebab justru saat-saat malamlah yang dia
nantikan untuk berdzikir.
Dzikir Cahaya memang tidak terhalang ruang dan waktu, bisa dilaksanakan kapan
Saja dan dimana saja, namun tetap baginya bahwa waktu malam lebih syahdu,
lebih nyecep meresapnya, jam tidurnya dia geser dan ternyata cukup dengan satu dua
jam saja, itupun kalau sudah mengantuk sekali, kalau belum, ya bablas melotot.
Dia mampu melek tiga hari tiga malam tanpa jadi seperti orang kekurangan istirahat
Uniknya,..sama seperti urusan makan, tanpa unsur pemaksaan,…
Dialam luar, hubungan dengan teman-temannya tetap terjalin baik, Akoe sering
main kesana atau mereka yang datang kesini, ngobrol ketawa ketawa dan sebagainya.
Hanya saja, Akoe tidak aktif lagi kalau mereka sedang membahas dalil, sebagai teman
dia ikut mendengarkan, namun tanpa urun pendapat, terus terang, ngeri euy…
Jerih dia membahas ayat suci tanpa ilmunya, baginya pribadi sudah mulai terasa
‘tidak pasnya’ cara begitu, soalnya sementara ini ‘wal fajri’ aja , masih terpampang
matahari terbit, perahu Nabiyulloh Khidir AS pun masih terbayang getek,
berarti belum kena itu, dia sadar belum dapat ilmuya, belum punya iman hakiki.
Maka sesuai amanat sang guru dia menawakufkan dulu dalil-dalil itu,
Nanti dibuka kembali kalau sudah bareng ‘rasa’nya.
Bayangkan, bicara kebenaran tanpa ‘rasa kebenaran’, apakah tidak bermakna
kebohongan bagi yang ngomong..? Ibarat seseorang berkata sop konro rasanya lezat,
tapi dia belum pernah merasakan lezatnya sop konro, jangan kata merasakan,
melihatnya pun belum, tahunya baru sampai ‘katanya’ sop konro di jalan
Andi Mappanyukki itu lezat, dan ‘katanya’ itu bukan merupakan sop, apalagi ‘rasa’nya.
Raden Mas Akoe pun juga menolak ‘bermain bola’, selain hal ini jelas-jelas
dilarang oleh Habib, kini dia pun merasa kegiatan itu keterlaluan, bukan salah
pergi berziarah kubur, dikenal kegiatan ini dalam khazanah Islam, cuma niatnya
itu lho, masak disana minta-minta aliyah duniawi kepada sang Wali ?
Lho, Walinya saja dulu tidak mau, kan ? masak ada Waliyulloh yang kesengsem
gemerlap dunia ? kalau ada, berarti sekedar wali-walian, terus aku-akuan bisa
menghadirkan arwah sang wali atau khadamnya itu lho.
Namun sekali lagi, pandangan ini untuknya pribadi, Raden Mas Akoe tidak hendak
Menghukumi orang lain, seperti pesan sang guru, tataran hakikat itu melampaui
batas  hukum-hukuman, hakikatnya manusia adalah sendiri-sendiri,
datang sendiri, baliknya juga sendiri, maka tanggung jawabnya pun sendiri.
Ayah ibu hanyalah ‘sababiyah’ bagi turunnya dia dari alam kesempurnaan kea lam fana.
Bukankah Alloh telah memperlihatkan kejadian tanpa ayah ? bahkan tanpa ayah ibu ?
Maka, secara hakikat yo urusane dewe-dewe……

---- (&) ---

“Pak daerah Tangerang minta tambahan jatah.” Ujar romli salah seorang marketing
pada usaha yang dijalani Raden Mas Akoe, yaitu distributor Gas dan Aqua.
Raden Mas Akoe mengangguk-angguk saja, sambil memijit-mijit kepalanya,
sedang pusing dia, bukan pusing mikirin usahanya, tapi pusing yang bukan urusan zhohir
itu akhir-akhir ini mengencang kembali terasanya.
“Gimana, Pak..? bisa nggak kira-kira..? Tanya romli.
Juragannya meringis, “Mentok, habis.”
“Wuih, sayang euy, padahal jelas-jelas duit itu…, gedein dong modalnya pak.”
Raden Mas akoe lanjut meringis, tidak menjawab, ini bukan kali pertama
dia mendapat saran untuk membesarkan skala usahanya, banyak sudah,..
tapi entahlah, segan rasanya, bukan pura-pura,..memang begitu adanya.
Perasaan malas mikirin duit, situasinya serupa dengan malas makan dan tidur itu.
Apalagi belakangan ini, saat entah mengapa pusing yang bukan urusan zhohir itu
bergolak lain dari biasanya, kalau sebelumnya lathif, halus, sekarang permainannya
gubrak-gabruk seperti bola liar yang mau keluar dari kurungannya, dan jelas-jelas
mempengaruhi fisik, mempengaruhi aspek zhohir, karena gara-gara ini Raden Mas Akoe
sering mencucurkan air mata, bukan menangis, air matanya keluar sendiri gitu,
sesekali wajahnya tampak memerah dengan urat ditengah kening dan dipinggir-pinggirnya
tampak menonjol, tampilan luar seperti orang sedang marah, padahal tidak,
cuma sedang merasakan pusing luar biasa.
Maka seminggu lalu Raden Mas Akoe melaporkan kepada Habib perihal perubahan ini,
seperti biasa, sang guru tersenyum saja.
“Tidak apa-apa, sabarlah,..”
“Tapi,..rasanya ini kena ke zhohir juga, bib..? Pusingnya luar dalam…”
“Iya, memang begitu, awalnya zhohir takluk ke zhohir, batin takluk ke Alloh,
lalu  zhohir dan batin sama-sama takluk ke Alloh, sadar atau tidak, rela atau terpaksa,
semua takluk kepada-Nya, segalanya DIA.”
Akoe mengangguk-angguk sambil menahan denyutan dikepala.
“Selanjutnya, saya mesti gimana, bib..?”
“Teruskan, masih ingat cerita menembus barzakh ?” jawab Habib skaligus bertanya.
Akoe mengangguk, ingat sekali dia kisah itu.
Habib tersenyum lagi, “Insya Alloh, barzakhmu yang pertama akan segera tertembus,
tapi ingat, tabir itu berlapis-lapis, ini katakanlah baru lapis pertama,
‘Nuurun alaa Nuurin’, Cahaya diatas Cahaya, Cahaya yang berlapis-lapis.”
Akoe terpana, benarkah..?
Habib mengangguk-angguk pelan, tahu suara yang terlintas dalam benak muridnya,
“Intinya, teruslah berdzikir, kalau bisa, buatlah kamar khusus untuk ini,
berdzikirlah disitu dengan semua bentuk kepasrahan yang ada padamu saat ini,
tidak apa-apa kalaupun pasrahmu sekarang ini masih pasrah ‘aqli’,
awalnya semua juga begitu, main akal dulu, baru kemudian dengan hati dan rasa,
dorong semua akalmu kejalan ‘taqorrub’, kalau perlu paksa, karena si akal ini memang
cenderung suka akal-akalan, maunya menang sendiri, mau enak sendiri,
tapi itulah seninya, kalau tidak ada akal, nggak rame dunia, lempeng semua he..he..”
Akoe meringis aham.
“Akal, itulah barzakh pertama, martabat akal manusiawi yang suka cenderung akal-akalan,
penuh dengan khayalan, bayangkan jika kesukaan ini tidak dibarengi ilmunya,
tidak disertai dengan iman hakiki, maka…ya mungkin seperti yang banyak
terpampang sekarang ini, wajah-wajah al-Munafiquun, he..he..
lain di bibir lain di hati, sifat ‘malu’ sudah menjdi barang langka kini.”
“Pahami,..menembus bukan berarti menghilangkan, melintas bukan berarti
meniadakan, ‘melintas barzakh’ bermakna menyucikan atau menselaraskan pembatas itu
terhadap martabat Kesempurnaan, sesungguhnya setiap manusia adalah sempurna,
maka mereka ditugaskan untuk kembali kepada martabat Kesempurnaan.
Yang membuat seolah-olah tidak sempurnaadalah barzakh-barzakh tadi,
tabir-tabir penghalang, maka tabir-tabir itu harus disucikan agar tidak lagi
dalam posisi menghalangi kesempurnaan terhadap Kesempurnaan,
melainkan menghantarkannya,…..”
Raden Mas Akoe yang tadi mengangguk-angguk, sekarang melongo.
Habib tersenyum,..”Masih bingung, ya..?”
“Iya bib,…agak-agak ketangkap sih, tapi belum utuh banget…”
“Ya iyalah, kan belum tembus,..? makanya sekarang tembus dulu, nanti kalau sudah
dapat ‘rasa’nya, antum yang jelaskan kepada ana maksudnya melintas ini,
soalnya ana sudah tua, sudah capek bibir kalau disuruh ngoceh, gimana bisa,…?”
Raden Mas Akoe nyengir.
“Bisa, nggak…?”
Raden Mas akoe pun mengangguk, sambil masih nyengir.
Habib pun tertawa pelan, kedengaran nadanya senang,……

BERSAMBUNG
 http://nasehatabah.blogspot.co.id

Ila Ruhi Mas Andi Bombang..Al-Fatiha....

No comments:

Mimpi 23 Romadhon 1442 H

 Sore kisaran jam 10 malam aku berangkat tidur biasanya tengah malam ini karena, mbarep lagi kongkow-kongkow jadi area kekuasaanku di ambil ...