Wednesday, July 19, 2017

9. Raden Mas Akoe Sinten Nyono ; “Balada Kehidupan” -2

Kehidupan Lahiriah dan Kullu Jasadin

Assalamu’alaykum, Mas Raden ! Assalamu’alaykum
Terdengar seruan nyaring dari arah depan.
Raden Mas akoe yang sedang memeriksa pembukuan agak terperanjat, perasaan dia
kenal dengan suara cempreng garing itu.
“Mas Raden ! wuih…,Assalamu’alaykum>” terdengar lagi.
Maka Raden Mas Akoe pun nyengir dengar ‘wuih’ barusan.
Pak Gilang itu, tidak lebih tidak kurang. “Wa’alaykum salam” dia menyahut
sambil beranjak kedepan.
Begitu berjumpa, “Ha..ha..ha..,” Pak Gilang ngakak, “Masih ada ternyata teman
seperjuangan, aku pikir sudah tulang belulang berserakan.”
Raden Mas Akoe tertawa, sialan.
Kedua teman lama itu berpelukan kangen, dipojok sana, romli terlihat melirik-lirik,
kalau kepentok juragan, cepat-cepat menunduk, pura-pura tidak terlibat masalah.
Usai tanya-tanyaan sikon masing-masing, sekalian sikon para gangster mereka dulu,
Pak Gilang langsung nembak, “Terus terang, aku kesini bawa misi penting, dan jelas
aku tidak terima segala bentuk penolakan.”
Raden tertawa, “Ada apa Pak Gilang..?” dia lanjut bertanya, pura-pura belum paham.
“Sialan, rupanya punyamu toko ini”, pak Gilang melambung dulu, biasa sedikit pemanasan.
“Bilang saja langsung misi pentingmu apa..?” Raden Mas Akoe nyengir.
“Ha..ha..ha..”Pak Gilang tertawa, lanjut bertutur misi pentingnya.
Raden Mas Akoe menyimak walau sudah maklum adanya, benar urusan itu.
“Begitulah mas, pasti kamu paham khan ?…sampai sekarang dana kredit yang harus
disalurkan masih banyak, semua kepala seksi dikejar target, bagian kredit atau bukan
sama-sama disuruh jualan, karena kamu temanku, maka aku tak sudi ditolak.”
Pak Gilang nyengir buaya.
Raden balas nyengir melihat style crocodile teman lama itu.
“Ceritanya masih tinggal di Tangerang nih…?” Raden balik nanya, ngajak muter-muter
rawa dulu, biar pusing buayanya.
“He eh..”
“Rumah yang dulu ?”
“Betul sekali, tangerang – kota pergi pulang setiap hari…”
“Kenapa nggak cari rumah disini aja, kan capek bulak balik gitu ?”
“Males aku..”

 Lalu mereka pun lanjut berkisah masa lalu dan masa kini yang tidak ada hubungannya
dengan misi penting itu.
Pokoknya seru, sampai-sampai Romli ikut mesem-mesem dipojokan sana.
Kayaknya lancer nih, mudah-mudahan, kemarin dia sudah sempat tanya-tanya
harga meubel dan motor bebek baru, tinggal dipilih nanti, mana yang baik duluan.
“Eh isterimu mana..?” Tanya pak gilang, saking asyiknya sampai lupa dia
bertanya kabar isteri teman lama ini.
“Sedang ke bandung, ada acara keluarga disana.”
“Kamu nggak ikut..?”
“Diwakili sajalah, sudah penuh yang pergi, lagian kalau aku pergi nggak jumpa kamu dong,
nanti nangis kamu nya…he..he..”
“Sialan, masa kepala seksi nangis ?” pak Gilang meringis.
Obrolan pun berlanjut, Raden tersenyum melihat teman lamanya meringis.
Namun Pak Gilang sadar kalau dirinya sengaja dibawa muter-muter oleh temannya,
langsung ngerem dia, balik lagi ke misi pentingnya itu.
“Jadi gimana tawaranku ? diterima kan…?”
Raden mesem lagi, “Pertanyaan nya sederhana,..buat apa..?”
“Buat apa..? apanya yang buat apa..? yang juragan kan kamu ?
masak aku yang disuruh jawab ?” Pak Gilang mendelik, tahu kalau Raden sedang
menggodanya lagi, mana ada usahawan tidak tahu ke gunaan kredit bank ?
“Bantu mikirin dong,…bingung nih…”
“Haah, capek debat sama kamu, pantesan dulu dibuang sama boss.”
“Tapi, jadi punya usaha sendiri kan..? nggak kena wajib absen, he…he…he….”
Pak Gilang meringis, mungkin iya enakan punya usaha sendiri,
tapi kalau nggak ada bakat, gimana ? lagian kepala seksi lho ini, bukan posisi
sembarangan di cabang, kalau skala Negara berarti setara dirjen, anggap saja
kepala cabang Presiden, berarti kepala bagian adalah Menteri, maka kepala seksi
setingkat Direktur Jenderal, iya kan ? nah apa kurang seksi ? seksi sekali lah….
“Begini mas Gilang,..terus terang aku sudah cukup dengan yang ada, dengan ini
anak isteriku sudah bisa makan, mau apa lagi..?”
Pak Gilang geleng-geleng kepala, “Sejak kapan adanya cukup itu ? ini bukan
masalah cukup nggak cukup, kamu kan bisnismen, wajar dong kalau membesarkan
usahamu, sekolah saja ada naik kelasnya, masak bisnis nggak,..?”
“Lha ini kan sudah naik kelas ? dulu tertindas, sekarang menindas,”
Raden nyengir, “Bayangkan, pak ‘Kepala Seksi’ Gilang saja rela bersusah payah
datang kesini tanpa diwakilkan, hebat nggak ? he..he..he…”
“Ah sialan kamu.” Gilang balas nyerengeh, soalnya mereka dulu sering diskusi
Soal tindas-menindas, padahal dia yang kala itu ngotot berkesimpulan bahwa mereka
yang seperti robot mengerjakan rutinitas pagawean adalah ‘kaum tertindas’,
sementara para atasan jadi ‘bangsa penindas’nya.
Sekarang ceritanya dia sudah termasuk ‘bangsa penindas’, tapi kok rasanya masih
kena ‘ditindas’ juragan Gas ? masak ya juragan Gas lebih seksi dari kepala seksi ?
“Sudah, pokonya atas nama bank kita, aku mau kasih kamu utangan dan ini harus
diterima dengan lapang dada” sambung Gilang, lanjut ke jumlah dana pinjaman
yang ditawarkan itu.
Raden kaget juga, “Besar amat ? nggak salah sebut kamu ?”
“Nah ini,….ini penyakit lamanya, kurang pergaulan modern, maunya ngobrol
sama golongan ajengan melulu sih, masih begitu sekarang…?”
Raden meringis.
“Masih nggak..?” gilang mengejar.
“Apaan..?”
“Bermesra-mesraan dengan ajengan-ajengan tua…”
“he..he…, memangnya kenapa ?”
“Nggak apa-apa, cuma gimana ceritanya ada juragan Gas sampai nggak tahu kisaran
kredit masa kini ? apa dikiranya masih zaman dulu ?”
Maka mereka kembali tertawa-tawa.
“Gimana ? Terima ya..?” Gilang nembak usai tawa.
“Aku nggak punya jaminannya.”
“Ini ?” telunjuk Gilang nunjuk-nunjuk.
“Isinya memang punyaku, tapi tanahnya bukan,..punya mertua..”
“Nggak masalah, asal dapat dukungan dari mertua.”
Raden nyerengeh dapat persiapan alas an untuk menolak, namun Gilang sigap melihat
perubahan wajah teman lamanya itu, tahu dia kalau Raden puny ide untuk mengelak.
“Misal mertua nggak bersedia, pakai Personal Guarantee juga bisa,
malah lebih gampang urusannya.” Celetuk Pak Gilang sambil melotot.
Raden yang lagi nyerengeh ganti agak mendelik.
“Memangnya sekarang kepala seksi bisa kasih Personal Guarantee ?”
Dia bertanya, setahunya dulu tidak bisa.
Pak Gilang menggeleng, “Tapi, urusan gampang itu, tinggal ngomong yang lezat
ke kepala cabang, siram pakai bumbu saus tiram, beres dah…”
Raden garuk-garuk kepala, yang barusan dibilang oleh Pak Gilang banyak benarnya,
waduh jadi rada-rada suram ide cemerlang tadi.
“Sudah, terima saja, percuma menghindar,..heran aku,..zaman sekarang masih ada
orang yang menghindar mau dikasih duit.” Gerutu Gilang.
“Dikasih apaan ?,..beban iya..”Raden Mas Akoe menggerutu.
“He..he…”Pak Gilang senang, “Pokoknya aku kasih duit, selanjutnya terserah kamu
mau diapakan, yang penting bayar angsurannya tepat waktu, sekalian kembangnya, he..he….”
Raden Mas Akoe garuk-garuk kepala lagi, gilang pun lanjut tertawa.
Itulah kesimpulan sementaranya, sebab Raden tetap harus konfirmasi dulu ke mertuanya.
Gilang tidak bisa neken lagi disini, tapi terus-terusan bilang soal Personal Guarantee tadi.
Biasa bentuk penekanan lainnya, iyalah..Raden paham kalau teman lamanya yang masih
ber serepet jebret ini sedang dikejar target.
Jelas tidak nyaman rasanya dikejar begituan, sebab target macam ini selalu disertai
ancaman senyap, ‘Kalau gagal, awas lu…! Begitu kira-kira bunyinya.
Siap-siaplah dimutasi ketempat lain atau pemecatan.
Perbincangan ini masih berlangsung beberapa saat, hingga akhirnya, Pak Gilang
pamit, masih ada calon debitur lain yang mesti dirayu katanya.

“Boleh, lengkap kok surat-suratnya,” ujar sang Mertua.
Walau harapan Raden dalam urusan ini terus terang antara iya dan tidak,
namun terpana juga dia mendengar mertuanya enteng berkata boleh.
“Tapi apa nggak termasuk riba, Pak ?”
Sang Mertua nyengir, “Sistemnya saat ini memang Yahudi, kalau duitnya dari
rentenir malah lebih Yahudi lagi, sama aslinya. Kamu yang butuh duit, terserah kamu,
putuskan sendiri, kamu dulu juga kerja di bank kan…?”
Raden Mas Akoe ganti meringis, kena deh…
“Kembalikan ke niatnya saja, tanya dirimu,..Yahudi apa bukan kamu ini, kita paham…
Alloh memandang hati, bukan semata-mata luarnya, Yahudi yang dipui oleh Rosul
juga ada lho, walau cuma segelintir.
Raden manggut-manggut, niatnya membantu Gilang, seberapapun ini pasti bernilai
bantuan baginya yang sedang diburu target.
“Menurut bapak, memang sudah waktunya usahamu ini dibesarkan, kalau lebih besar
mungkin lebih banyak orang yang bias ikut kerja disini kan ? bagus itu.”
Sang Mertua berkomentar positif.
Raden lanjut mengangguk, “Kalau pakai duit tabungan gimana ?” dia iseng
bertanya kepada isterinya.
 “Nggak boleh, itu untuk beli rumah.”sambar sang Isteri tegas nian.
Raden meringis, sang mertua pura-pura tidak dengar, nengok ke jurusan lain
sambil meringis pula, sang isteri tersenyum memandang dua arjuna meringis kuadrat.
Ya sudah rezekinya Gilang ini…
Maka tidak sampai dua minggu berselang, dana talangan ‘berkembang’ itu pun turun
dari langit, pak ‘kepala seksi’ Gilang mengucapkan banyak terima kasih, serepet jebret nya
pas hari akad kredit mantap sekali.
Tapi Romli tidak ambil pusing dengan kesalahan ini, yang penting dia kesemprot dua arah,
dari bank dan dari juragan, maka tidak berlaku lagi skala prioritas, embat serentak,
ya meubel, ya motor, lalu dibagian spakbor belakang motor bebek barunya ditempeli
stiker kuning menyala bertuliskan “Bukan Hasil Korupsi Babe Gue”.
Nyebelin juga, entah nemu dimana dia, ngakunya sih karya sendiri. Aya-aya wae…

BERSAMBUNG
diambil dari http://nasehatabah.blogspot.co.id

Ila Ruhi Mas Andi Bombang..Al-Fatiha....

No comments:

Mimpi 23 Romadhon 1442 H

 Sore kisaran jam 10 malam aku berangkat tidur biasanya tengah malam ini karena, mbarep lagi kongkow-kongkow jadi area kekuasaanku di ambil ...