Wednesday, July 19, 2017

4. RADEN MAS AKOE SINTEN NYONO ; MASA PANCA ROBA- 1

Sesaat setelah usai berbaiat, Habib dan Akoe saling merenung, tanpa kata..senyap.
“Gimana ? jelas ?” Tanya habib.
“Jelas, bib. Tapi itukah…..?
Habib mengangguk, tersenyum, “Itu tapak-Nya, disitulah kebenaran-Nya,
mulai sekarang, jangan biarkan ragu mengganggumu tentang ini.
Kalau ia datang, pukul dengan ‘Dzikir Cahaya’, hantam yang keras,
pahamilah, sifatmu tidak lepas dari zatmu.
Sifat Pamungkas, menempel pada Pamungkasnya, dimana ada kamu, dengan sifatmu.”
Akoe menunduk dalam, mengangguk-angguk pelan, lalu mbrebes mili (meneteskan air mata).
Matanya kembali berlinang, bagaimana tidak ? kabar, ‘yang lebih dekat dari urat leher’ itu
kini teraba kebenarannya walau masih dibatas pengertian.
Yang ‘Aku tempat bergantung segala sesuatu’ pun demikian, ini bukan seolah-olah.
Martabat hubungan langsung antara sifat dengan zatnya, seperti manis dengan gulanya,
asin dengan garamnya, atau cahaya dengan lampunya.
 “Sudahlah, jangan menangis,..harusnya gembira,..iya kan..? Habib mesem.
Akoe pun tersenyum, ditengah derai air mata, “Syukron, bib..”
“Bersyukurlah kepada Alloh, berterima kasihlah kepada-Nya, Dia yang membawa
kamu kesini, bukan saya, bukan juga yang lainnya.”
Akoe pun mengangguk, sambil menyusut air matanya.
“Mulai sekarang berdzikirlah dengan ruhmu, gunakan dzikir ‘Ruh’ atau dzikir ‘Cahaya’,
Sejati jumpa sejati, semu bergulung semu, kamu sudah pegang petanya,
Kamu punya kendaraannya, dan kamu tahu rambunya, maka berjalanlah menuju-Nya
dengan sejati dirimu, jangan menunggang yang semu, paham…?
“Paham, bib..”
“Untuk sementara waktu, tutuplah semua kitabmu, tawakuf kan dulu,
jangan terlalu banyak menelan pengertian, dalil-dalil, sekarang kejarlah ilmunya,
kalau sudah dapat itu, barulah pantas membaca kitab.” Habib lanjut berwejang.
“Eeehm,…termasuk al-Qur’an, bib..?”
Habib tersenyum, lalu mengangguk. ***(AWAS JANGAN SALAH PAHAM)***
“Apalagi itu, kitab yang paling mulia, dibutuhkan ilmu untuk membaca ilmu,
sebab, ilmu itu tidak bisa dibuka dengan nafsu, kalau masih bergulung nafsu,
tidak akan tertangkap makna hakikinya, kecuali hanya sekedar bacaan saja.”
“Maksudnya gimana, bib..?”
“Ayat pertama surat al-Fajr, tahu..?” Tanya habib
Akoe mengangguk, “Wal Fajri, demi fajar…”
Habib mesem lagi, “Nah, apa maknanya fajar disitu ?”
Akoe berpikir sejenak, “Yaaa, fajar yang pagi hari itu, bib….”
“He..he..he.., tidak salah, secara lahiriyah, benar, yang pagi hari itu disebutnya juga fajar.
Tapi masak Alloh yang Maha Kekal bersumpah atas nama sesuatu yang bakal musnah ?
Bukankah kelak, fajar yang pagi hari itu tidak ada lagi ?”
Akoe tersentak kaget,…benar..!
“jadi,…fajar yang mana maksudnya, bib..?” dia bertanya.
“Itulah, misalnya dijelaskan sekarang, kamu belum bisa paham, sebab harus dengan ilmunya.
Jangan hanya harfiyahnya saja, yang pasti secara hakiki, bukan fajar yang menyingsing
pagi hari itu yang dimaksud Alloh dengan ‘wal fajri’, saya berkata ini dengan
kebenaran ‘rasa’nya, haqqul yaqin, dan suatu ketika kelak, kamu pun paham
kalau sudah dapat ilmunya.”
“Ilmunya itu apa sih, bib…?”,
“Ya ini, yang akan kamu tempuh, ilmunya adalah iman, iman yang benar-benar iman,
iman hakiki, bukan iman-imanan yang plintat-plintut itu, iman yang teguh,
yang tidak goyah oleh ancaman maupun rayuan.”
Akoe mengangguk-angguk.
“Untuk sampai kesitu, minimal kamu harus menenal-Nya, bagaimana bisa disebut
beriman kalau tidak kenal..? kalau cuma dengar cerita atau membaca kitab,…
itu bukan iman hakiki, paling tinggi iman dalil, atau bahkan iman taqlid.”
Akoe meringis, ingat pelajaran “kebo” dengan kakeknya dulu.
“Kenapa..? Tanya habib, karena melihat ringisan itu.
“Nggak,…bib,..dulu si mbah pernah bilang tentang taqlid-taqlidan…..”
“oooo,….apa katanya,..?”
Akoe pun menceritakan kisah “melu-melu kebo” itu, habib pun tertawa terkekeh.
“Itulah, tuturut munding kalau orang sunda bilang” ujar beliau.
“Kamu jangan mau jadi ‘munding’, ya..? marah nanti Alloh, susah-susah dijadikan
manusia malah mengubah diri jadi kerbau, he..he..he….”
Akoe pun ikut tertawa pelan saja.
“Jadi, perjalanan ruhani ini adalah untuk mendapatkan keimanan hakiki,
Iman yang ini tidak bisa dibeli ditoko, tidak bisa juga didapat hanya dari dengar cerita,
atau sekedar baca kitab, walau yang dibaca adalah al-Qur’an, kenapa..?
sebab, harus sampai dirasakan kebenarannya, bukan cuma diomongkan,
tolong pahami ini dengan hati, jangan pakai nafsu, bukan saya melarang membaca
al-Qur’an, tapi bacalah dengan ilmunya, sehingga ‘Kitab yang Terang’ itu
benar-benar menerangi, benar-benar menjadi petunjuk yang nyata.”
Akoe mengangguk.
“oo iya, jangan main bola lagi….”
Akoe kaget, “Nggak boleh main bola, bib…?”
“He..he..bukan, kamu jangan keluyuran lagi kesana kemari mencari Alloh
seperti yang sudah-sudah, Alloh itu Maha Dekat, salah-salah keluyuran, malah kejeblos
musyrik nantinya, …..paham..?”
Akoe nyengir, ingat yang ghoib-ghoib itu dulu, “Iya, bib…”
“Bagus, sekarang istiqomahkan dzikir Ruh mu, dzikir Cahaya, ingat Dia lewat
Sejati dirimu, “Man Arofa Nafsahu Faqod Arofa Robbahu”, yang mengenal dirinya
akan mengenal Tuhannya, dalam hal ini tidak bisa mengenal tanpa mengingat,
ingatan langgeng, ingatan yang tidak terhalang ruang dan waktu.
Gunakan dirimu, sejati dirimu untuk mengingat-Nya, jangan memakai lain-lain
yang sifatnya semu. Sebab, sampai kapanpun kesemuan tidak bisa menguak tabir
kesejatian. Yang semu, tidak mampu melintas barzakh, pahamilah ini baik-baik.”

BERSAMBUNG
http://nasehatabah.blogspot.co.id
Ila Ruhi Mas Andi Bombang..Al-Fatiha....

No comments:

Mimpi 23 Romadhon 1442 H

 Sore kisaran jam 10 malam aku berangkat tidur biasanya tengah malam ini karena, mbarep lagi kongkow-kongkow jadi area kekuasaanku di ambil ...