Bagian ke 5
Dicopy dari akun Twitter @sayidmachmoed
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Percakapan Buhaira
Akan tetapi, segera saja Buhaira merasakan ada sesuatu yang kurang dari rombongan Quraisy itu. Maka, ia kembali mengulangi permintaannya
“Hai Orang-orang Quraisy, jangan sampai ada yang tidak makan makananku ini."
Salah seorang Quraisy berkata; “Hai Buhaira, tidak ada seorang pun tertinggal yang layak datang kepadamu, kecuali anak muda yang paling kecil di antara kami. Ia berada di tempat perbekalan rombongan." Buhaira menggeleng-geleng kepala
“Kalian jangan seperti itu. Panggil dia untuk makan bersama kalian!."
Orang-orang Quraisy merasa malu. Salah seorang dari mereka bahkan berkata; “Demi Lata dan Uzza, adalah aib dari kami kalau putra Abdullah bin Abdul Muthalib tidak ikut makan bersama kami."
Setelah Muhammad dipanggil, Buhaira memeluknya dan mendudukkannya bersama rombongan Quraisy yang lain.Sambil menyaksikan tamu tamunya makan, sebenarnya mata Buhaira tertuju kepada Muhammad dengan seksama. Dari hasil pengamatannya itulah, Buhaira mengambil kesimpulan dalam hati, “Anak ini mempunyai sifat-sifat kenabian." Jamuan selesai. Sambil mengucapkan terimakasih, rombongan Quraisy pun membubarkan diri menuju tempat perkemahan mereka untuk beristirahat.
Namun, Buhaira tidak membiarkan Muhammad pergi. Diajaknya anak itu untuk duduk dan bicara.
“Hai anak muda," panggil Buhaira “dengan menyebut nama Lata dan Uzza, aku akan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepadamu dan engkau harus menjawabnya." Wajah Muhammad tampak berubah dan ia menjawab; “Jangan bertanya tentang apa pun kepadaku sambil menyebut nama Lata dan Uzza. Demi Allah, tidak ada yang sangat aku benci melainkan keduanya. "Buhaira tersenyum dan mengulangi permintaannya, “Baiklah, kalau begitu aku akan bertanya kepadamu dengan menyebut nama Allah dan engkau harus menjawab pertanyaanku." Wajah Muhammad berubah cerah dan ia mengangguk
“Tanyakan kepadaku apa saja yang ingin engkau tanyakan."
Buhaira menanyakan banyak sekali hal kepada Muhammad, tentang tidur Muhammad, tentang postur tubuh Muhammad, dan banyak lagi hal lainnya. Muhammad menjawab semua itu dan semua jawaban itu sesuai benar dengan perkiraan Buhaira. Kemudian, Buhaira melihat punggung Muhammad dan mendapati tanda kenabian di antara kedua bahu Muhammad. Tanda kenabian itu seperti bekas orang berbekam. Setelah itu, Buhaira mendekati Abu Thalib dan bertanya kepada nya, “apakah anak muda ini anakmu? ''
“Iya, dia anakku." Jawab Abu Thalib
Buhaira menggeleng.
“Tidak, dia bukan anakmu. Anak muda ini tidak pantas mempunyai ayah yang masih hidup." Abu Thalib agak tercengang, lalu dia pun mengangguk. “Kau benar. Dia bukan anakku, dia anak saudaraku"
Buhaira mengangguk-angguk puas lalu bertanya lagi.
“Apa yang dikerjakan ayahnya?"
“Ayahnya telah meninggal dunia ketika dia masih berada dalam kandungan ibunya" “Engkau benar" kata Buhaira menghela nafas dalam-dalam. Kemudian, sambil berbisik, dia menyampaikan sebuah saran dengan sangat sungguh-sungguh.“Sekarang, dengar saranku baik-baik. Bawa anak saudara mu ini ke negeri asalmu sekarang juga! Jaga dia dari orang-orang Yahudi! Demi Allah, jika mereka melihat padanya seperti apa yang aku lihat, mereka pasti akan membunuhnya. Sesungguhnya, akan terjadi sesuatu yang besar pada diri anak saudaramu ini. Karena itu, segera bawa pulang dia ke negeri asalmu!"
Abu Thalib tampak ketakutan dengan peringatan itu. Dia yakin bahwa apa yang dikatakan Buhaira itu benar.nMaka dari itu, segera setelah urusan perdagangannya selesai, Abu Thalib segera membawa Muhammad pulang. Sesulit apa pun beban hidupnya, Abu Thalib tidak pernah lagi pergi berdagang ke tempat jauh demi melindungi keponakannya itu.
Bushra (kota Buhaira tinggal)
Jalur yang dilewati kafilah Abu Thalib adalah jalan kafilah Barat yg menyusuri Laut Merah, Madyan, Wadi Al Qurra, Hijir, dan Kota Bushra.
Kota Bushra telah lama didirikan Romawi sebagai ibu kota wilayah Hauran, untuk menahan serbuan Badui pedalaman. Di kota ini, Romawi memusatkan pasukan dan mengumpulkan pajak dari para kafilah.
Bagi kafilah sendiri, Bushra adalah pusat perdagangan paling ramai sebelum tiba di Syria yang terletak lebih ke Utara.
Abu Thalib segera melaksanakan apa yg disarankan oleh Buhaira, karena peringatan itu memang beralasan.
Segera, setelah Abu Thalib dan Muhammad meninggalkan rumah Buhaira, datanglah 3 orang ahli kitab bernama Zurair, Daris, dan Tammam kepada Buhaira. Ketiganya menyandang senjata di pinggang. Mereka bertanya kepada Buhaira apakah ia juga melihat seorang anak dengan ciri-ciri seperti ini dan itu.
Buhaira tahu bahwa mereka mencari Muhammad. Rupanya, ketiga orang ini juga telah mendengar tentang Muhammad. Buhaira memandang senjata yg mereka bawa dengan perasaan ngeri
Buhaira tahu mereka mencari Muhammad dengan maksud membunuhnya. Oleh krn itu, Buhaira berusaha memberikan perlindungan kepada Muhammad.
Tidak henti-hentinya Buhaira menasihati ketiga tamunya akan adanya kekuasaan Allah. Diingatkannya bahwa bagaimanapun usaha mereka, mereka tidak akan mampu mendekati Muhammad untuk membunuhnya.
Akhirnya, ketiganya pun melihat kebenaran dalam perkataan Buhaira Batallah niat mereka untuk mengejar dan membunuh Muhammad kemudian berlalulah mereka dari hadapan Buhaira. Allah menjaga Muhammad dari kejahatan dan kotoran kotoran jahiliyah.
Allah membimbing Muhammad tumbuh menjadi orang yang paling ksatria, paling baik akhlaknya, paling mulia asal-usulnya, paling baik pergaulannya, paling agung sikap santunnya, paling murni kejujurannya, paling jauh dari keburukan dan akhlak yang mengotori kaum lelaki sehingga semua orang menjulukinya “Al Amin” karena Allah mengumpulkan sifat-sifat itu pada diri Muhammad.
Kelak setelah menjadi Rasul, Muhammad bercerita tentang perlindungan Allah kepadanya sejak masa kecil dari segala bentuk kejahiliyahan. Rasulullah bersabda; “Pada masa kecilku, aku bersama anak-anak kecil Quraisy mengangkut batu untuk satu permainan yang biasa dilakukan anak-anak. Semua dari kami melepas baju untuk alas di atas pundak (sebagai ganjalan) untuk memikul batu. Aku maju dan mundur bersama mereka. Namun, tiba-tiba seseorang yang belum pernah aku lihat sebelumnya menamparku dengan tamparan yang amat menyakitkan. Ia berkata, 'Kenakan pakaianmu!' Kemudian, aku mengambil pakaianku dan memakainya. Setelah itu, aku memikul batu di atas pundakku dengan tetap mengenakan pakaian dan tidak seperti teman temanku."
Muhammad juga pernah menjadi gembala sewaan, untuk membantu Abu Thalib yang hidup dalam kemiskinan.
Sebagai seorang remaja yang tumbuh di lingkungan Jazirah Arab. Muhammad juga mengalami perang. Perang itu disebut Perang Fijar. Saat peperangan dimulai, Umur Muhammad memasuki lima belas tahun. Perang itu sendiri disebabkan sebuah pembunuhan.
Barradz bin Qois dari Bani Kinanah membunuh Urwa Ar-Rahhal bin Utba dari Bani Hawazin, hanya karena Barradz jengkel ketika Urwa dipilih untuk memimpin kafilah dagang Nu'man bin Mundhir yang kaya. Diam diam , Barradz mengikuti kafilah Urwa dari belakang dan membunuh Urwa.
Padahal ketika itu adalah bulan suci, bulan yang tidak diperkenankan bagi siapa pun untuk menumpahkan darah. Karena Quraisy pelindung Barradz, Bani Hawazin mengumumkan perang terhadap Quraisy untuk membalas kematian Urwa. Perang pun pecah pada bulan suci. Selama empat tahun berturut turut, kedua belah pihak saling menyerang. Dalam pertempuran itu, awalnya Muhammad bertugas memunguti anak panah lawan yang berjatuhan dan memberikannya kepada paman-pamannya. Namun, pada tahun tahun berikutnya, dia juga meluncurkan panah ke arah lawan untuk melindungi paman pamannya. Perang pun berakhir dengan perdamaian ala pedalaman: pihak yang menderita lebih sedikit korban manusianya harus membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sejumlah selisih kelebihan korban. Dalam hal ini, pihak Quraisy yang lebih sedikit menderita korban harus membayar kelebihan korban sebanyak dua puluh orang Hawazin.
Barradz bin Qois, si penyebab Perang Fijar, adalah seorang pemabuk.
Karena merusak citra sukunya, dia diusir dan mendapat naungan suku lain. Namun di sana, dia juga mabuk berat dan membuat onar kemudian diusir lagi. Akhirnya, Harb bin Muawiyah, ayah Abu Sofyan, menampungnya walaupun hampir saja Barradz bin Qois diusir lagi, karena terus berbuat onar. Dikarenakan perlindungan Harb dari Quraisy inilah, Bani Hawazin menyerang Quraisy ketika Barradz bin Qois membunuh Urwa bin Utba.
Selain mengikuti peperangan, Muhammad yang masih remaja juga mengikuti sebuah perjanjian yang amat baik. Perjanjian itu kelak dikenal dengan nama Hilful Fudhul. Perjanjian ini bertujuan untuk melindungi hak-hak para pedagang asing yang sering kali terdzalimi. Pencetus perjanjian ini adalah protes seorang pedagang asing dari Yaman. Saat itu, Ash bin Wa'il, seorang saudagar Mekah, tidak mau membayar utang kepada si pedagang. Pedagang itu lalu menggubah syair dan membacakannya di depan umum. Syair ini amat menggugah perasaan para pemuka Quraisy. Mereka khawatir apabila dibiarkan terus, para pedagang Asing tidak mau lagi memasuki Mekah. Apalagi Perang Fijar mengakibatkan mulai terjadinya perpecahan di pihak Quraisy. Sepeninggal Abdul Munthalib, orang-orang Quraisy dari keluarga yg lain sudah mulai berani mencoba menentang kekuasaan pemerintahan Quraisy. Maka dari itu, atas usulan Zubair bin Abdul Munthalib, seorang paman Muhammad, orang-orang Quraisy dari keluarga Hasyim, Zuhra, Taim berkumpul. Mereka bersepakat dan berjanji atas nama Tuhan Maha Pembalas bahwa Tuhan akan berada di pihak yang terdzalimi, sampai orang itu tertolong.
Pertemuan ini sendiri berlangsung di rumah Abdullah bin Jud'an At Taimi yang megah. Perjanjian Hilful Fudhul ini menjamin perlindungan terhadap hak-hak orang lemah. Muhammad ikut menyaksikan perjanjian dan amat menyukainya.
Di kemudian hari, setelah diutus menjadi seorang Rosullullah, Muhammad bersabda: “Aku tidak suka mengganti perjanjian yang kuhadiri di rumah Ibn Jud'an itu dengan jenis unta yang baik. Kalau sekarang aku diajak, pasti akan kutolak.”
Diyat adalah pembayaran ganti rugi. Untuk kematian/wajah cacat total ganti ruginya sebanyak 100 ekor unta. Satu kaki/tangan/mata jadi buta diganti dg 50 ekor unta.
Jika wajah cacat total, nilai gantinya 100 unta.
Luka sampai menembus otak, 33 ekor unta. Cacat kelopak mata, 25 ekor unta.
Satu jari hilang/tulang retak, 15 ekor unta.
Luka sampai tulang kelihatan, 10 ekor unta.
Satu gigi copot, 5 ekor unta.
Demikian seterusnya dalam ketetapan yang rinci.
Muhammad melewati masa remajanya dengan menggembalakan kambing. Beliau pernah berkata kepada para sahabatnya;
“Musa diutus, dia menggembala kambing. Daud diutus, dia menggembala kambing. Aku diutus juga menggembala kambing keluargaku di Ajyad. "Sambil menggembala, pikiran Muhammad menerawang
“Siapa yang menciptakan bintang-bintang yang begitu kemilau? Siapa yang membuat udara untuk kuhirup? Siapa yang membuat jantungku berdetak? Siapa yang membuat matahari mengejar bulan dan bulan mengejar matahari?" Ribuan pertanyaan seperti itu membuat Muhammad selalu sibuk berpikir. Hal itu membuat akhlak beliau terjaga demikian baik dari perbuatan buruk yang sering terjadi di Mekah.
Pada saat itu, orang menyembah patung di mana mana, laki-laki dan perempuan yang bukan suami istri sering pergi berduaan, orang-orang melakukan thawaf tanpa busana, pesta mabuk mabukan setiap malam, dan masih banyak keburukan lain. Meski demikian, pernah juga Muhammad ingin pergi ke kota untuk melihat sebuah pesta pernikahan
“Tolong jaga kambing-kambingku," pinta Muhammad kepada seorang teman gembalanya. “Baiklah, memang sudah giliranmu yang pergi bersenang-senang," kata teman Muhammad.
“Selama ini, kamu selalu ada di padang gembala seperti seorang pertapa."
Muhammad pun pergi memasuki Mekah.
Di ujung kota, ia melihat ada sebuah pesta pernikahan yang dipenuhi berbagai hiburan dan musik.
Namun, belum sempat Muhammad tiba dirumah itu, tubuhnya tiba tiba disergap keletihan. Muhammad duduk bersandar di dinding dan tertidur lelap sampai pagi. Ia tidak sempat melihat tontonan di pesta sedikit pun.
Esok harinya, Muhammad datang lagi ke Mekah dengan maksud yang sama. Kali ini, sebelum ia tiba di tempat pesta, telinganya mendengar musik indah yang turun dari langit, musik yang jauh lebih indah daripada semua musik di dunia ini. Musik itu membuai Muhammad dan ia pun kembali tertidur. Sejak itu, Muhammad tidak lagi berminat untuk melihat pertunjukan musik di pesta. Agar terhindar dari kenakalan yang sering dibuat para pemuda seusianya. Akhlak Muhammad yang demikian baik selagi muda membuatnya disayang dan dipercaya semua orang hingga ia pun dijuluki Al Amin artinya "Yang Dipercaya"
Namanya Khadijah binti Khuwalid. Sosoknya cantik dan anggun. Setelah ayah dan ibunya meninggal, saudara saudara Khadijah saling membagi harta kekayaan peninggalan orangtuanya. Namun, Khadijah sadar bahwa kekayaan dapat membuat orang hidup menganggur dan berfoya foya. Dia dikaruniai kecerdasan yang luar biasa dan kekuatan sikap untuk mengatasi godaan harta. Maka dari itu, Khadijah pun memutuskan untuk membangun kekayaannya sendiri berbekal warisan orangtuanya. Tidak lama kemudian, Khadijah telah membuktikan bahwa kalau pun tidak mendapat harta warisan, dia mampu mendapatkan kekayaan itu dari hasil jerih payahnya sendiri.
Dengan harta yang diperolehnya, Khadijah membantu orang-orang miskin, janda, anak-anak yatim, dan orang-orang cacat. Jika ada seorang gadis yang tidak mampu, Khadijah menikahkan dan memberi mas kawinnya. Khadijah lembut dan ramah. Walau menjadi pemimpin tertinggi dalam menjalankan bisnis keluarga sepeninggal Ayahnya, dia juga mau menerima saran-saran orang lain. Khadijah tdk menyukai adanya jarak hubungan antara atasan dan bawahan. Dia menganggap bawahan sebagai rekan kerja yg pantas dihormati.
Khadijah sendiri selalu tinggal dirumah, karena itu biasanya dia minta bantuan seorang agen, jika sebuah kafilah sedang dipersiapkan untuk pergi, orang yang dimintai bantuan itu bertanggungjawab membawa barang-barang dagangannya untuk dijual ke pasar-pasar asing. Khadijah sangat teliti memilih seorang agen. Dia juga sangat lihai merencanakan waktu keberangkatan kafilah dan tempat tujuannya sebab barang akan terjual dengan cepat pada waktu dan tempat yang tepat. Begitu suksesnya Khadijah sebagai seorang saudagar, sampai-sampai jika sebuah kafilah Quraisy berangkat dari Mekah, bisa dipastikan lebih dari separuhnya adalah harta perdagangan milik Khadijah. Dia seperti mempunyai sentuhan emas. Diibaratkan jika dia menyentuh debu, debu ini akan berubah menjadi "emas". Karena itu penduduk Mekah menjulukinya “Ratu Quraisy" atau "Ratu Mekah”
Kalau hanya kekayaan yang menjadi ukuran, tentu Allah tidak akan menjadikan Khadijah (kelak) sebagai istri seorang Rasul. Pasti ada sifat lain yang lebih utama yang membuatnya sepadan dengan Muhammad
Sebuah kafilah dagang pada masa itu ibarat kampung bergerak. Hewan beban berjumlah 1000 sampai 2500 ekor dan diiringi seratus sampai tiga ratus orang. Kafilah perlu organisasi yang baik, biaya besar, dan keberanian yang cukup. Jika ada perampok, seluruh anggota kafilah harus berani menyabung nyawa untuk mempertahankan harta yang dibawanya.
Khadijah mempunyai seorang paman bernama Waraqah bin Naufal. Waraqah adalah sanak saudara Khadijah yang paling tua. Dia Sangat mengutuk kebiasaan bangsa Arab Jahiliah yang menyembah berhala sehingga menyimpang jauh dari apa yang diajarkan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Waraqah sendiri adalah hamba Allah yang setia dan lurus. Dia tidak pernah meminum minuman keras dan berjudi. Dia murah hati terhadap orang-orang miskin yang membutuhkan pertolongannya. Khadijah sangat terpengaruh pemikiran Waraqah bin Naufal. Khadijah juga sangat membenci berhala dan patung-patung sesembahan.
Bersama beberapa keluarganya, Khadijah adalah pengikut setia ajaran Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Jika mendengar ada seorang anak perempuan akan dikubur hidup-hidup. Waraqah dan Khadijah akan segera menemui sang Ayah dan mencegah perbuatannya. Jika kemiskinan yang menjadi alasan rencana pembunuhan itu, Khadijah dan Waraqah akan membeli anak itu dan membesarkannya seperti anak kandung sendiri.
Sering kali beberapa waktu setelah itu, ayah si anak menyesali perbuatannya dan mengambil putrinya kembali. Waraqah dan Khadijah akan memastikan dulu bahwa anak itu akan diasuh dengan benar dan disayangi, setelah itu barulah dia mengizinkan sang Ayah membawa pulang anaknya kembali. Budi pekerti Khadijah yang agung, santun, lembut dan penuh keteladanan ini membuat semua orang menjulukinya juga sebagai “Khadijah At Thahirah atau Khadijah yang suci.” Pertama kalinya dalam bangsa Arab seorang wanita dijuluki demikian, padahal orang Arab pada masa jahiliah itu sangat mengagungkan laki-laki dan merendahkan wanita.
Selain Khadijah, ada pula beberapa saudagar wanita terkenal.
Di antaranya adalah:
~ Hindun, istri Abu Sofyan dan
~ Asma binti Mukharribah, ibu Abu Jahl. Para Saudagar wanita ini biasanya juga menjual keperluan wanita, seperti pakaian, parfum, perhiasan emas dan perak, permata dan obat-obatan. Barang-barang ini tidak memerlukan banyak ruang, ringan dan laku keras di mana-mana.
Pada musim semi tahun 595 Masehi, para pedagang Mekah kembali mulai menyusun kafilah perdagangan musim panas mereka, untuk membawa barang dagangan ke Syria. Khadijah juga sedang mempersiapkan barang dagangannya, tetapi ia belum menemukan seseorang untuk menjadi pemimpin kafilahnya. Beberapa nama diusulkan orang, namun, tidak satu pun yang berkenan di hatinya. Mendengar itu, Abu Thalib mendatangi Khadijah dan menawarkan kepadanya Muhammad, keponakannya yang baru berusia 25 tahun, untuk menjadi agen Khadijah. Abu Thalib tahu bahwa Muhammad belum cukup berpengalaman, tetapi ia sangat yakin bahwa Muhammad lebih dari sekadar mampu. Sebagaimana penduduk Mekah yang lain, Khadijah pun telah mendengar nama Muhammad. Satu hal yang Khadijah yakin adalah kejujuran Muhammad. Bukankah orang Mekah menjulukinya "Al Amin" atau "Orang yang bisa dipercaya". Maka, Khadijah menyetujui tawaran Abu Thalib. Bahkan ia hendak memberi imbalan dua kali lipat kepada Muhammad dari yang biasa diberikan kepada orang lain. Oleh karena itu, Abu Thalib pulang dengan gembira.vSegera saja Abu Thalib dan Muhammad menemui Khadijah yang kemudian menerangkan tentang seluk beluk perdagangan. Otak Muhammad yang cerdas bekerja dengan tangkas. Ia segera memahami semuanya. Tidak satu penjelasan pun yang ia minta untuk diterangkan ulang. Maka, kafilah pun disiapkan dengan suara riuh rendah. Khadijah menyertakan seorang pembantu laki-lakinya yang terpercaya, Maisarah, untuk mendampingi Muhammad di perjalanan. Diantar Abu Thalib dan paman-pamannya yang lain, Muhammad datang pada hari yang telah ditentukan. Mereka disambut seorang paman Khadijah yang sedang menanti mereka dengan surat-surat perdagangan.
Pemimpin kafilah membunyikan tanda dan semuanya segera berangkat. Pada musim panas, kafilah Mekah berangkat menjelang senja dan terus berjalan pada malam hari.Mereka beristirahat pada siang hari karena perjalanan siang akan sangat melelahkan semua orang.
Maka, berangkatlah Muhammad menempuh jalur yang pernah ditempuh bersama pamannya 13 tahun yang lalu.
Imbalan yang diberikan Khadijah untuk seorang agen adalah dua ekor unta. Akan tetapi, Abu Thalib minta empat ekor unta. Maka, Khadijah pun menjawab; “Kalau permintaan itu bagi orang yang jauh dan tidak kusukai saja akan kukabulkan, apalagi buat orang yang dekat dan kusukai. "Dalam perjalanan, Muhammad mengenali bahwa Maisarah adalah teman yang baik. Dengan senang hati, Maisarah menunjukkan dan menceritakan sejarah berbagai tempat menarik yang mereka lewati. Muhammad juga menemui bahwa anggota kafilah yang lain sangat ramah dan akrab terhadapnya. Setelah satu bulan berjalan, tibalah mereka di Syria.
Setelah beristirahat beberapa hari, mulailah para pedagang menuju ke pasar. Walaupun ini adalah pengalaman pertama. Muhammad sama sekali tidak bingung dengan tugasnya. Maisarah tercengang melihat kelihaian Muhammad mengambil keputusan, pikirannya yang tajam, serta kejujurannya. Semua barang yang mereka bawa laku terjual dengan jumlah keuntungan yang belum pernah didapatkan Khadijah sebelum itu. Setelah itu, Muhammad membeli barang-barang berkualitas yang akan dibawa pulang ke Mekah untuk dijual dengan harga tinggi.
Di Syria, setiap orang yang berjumpa dengan Muhammad pasti sangat terkesan olehnya. Penampilan Muhammad sangat memesona, ramah, dan sangat besar perhatiannya pada setiap orang. Di tengah-tengah kesibukan itu, Maisarah melihat bahwa Muhammad selalu memanfaatkan setiap waktu senggang untuk menyendiri dan berpikir. Ini benar-benar tidak lazim bagi Maisarah. Ia tidak menyadari bahwa tuan mudanya ini memang sangat terbiasa meluangkan waktu untuk memikirkan nasib umat manusia.
Muhammad juga amat heran melihat perpecahan berbagai kelompok Nasrani di Syria. Setiap masing-masing dari mereka memiliki jalan dan pendapat sendiri padahal seharusnya mereka bergabung dalam satu kelompok. Manakah yang paling benar dari semuanya itu. Pikiran-pikiran seperti ini membuat mata Muhammad selalu terbuka pada saat orang-orang lain terlelap tidur. Akhirnya, waktu untuk pulang pun tiba. Oleh-oleh untuk handai tolan pun dibeli dan semua barang dikemas. Waktu pulang adalah waktu yang paling menggembirakan karena mereka akan berjumpa lagi dengan orang-orang tercinta di kampung halaman. Mereka tidak sabar lagi mendengar tawa ria anak-anak mereka saat kembali nanti dan mereka sadar jika waktu itu tiba, tidak akan kuat lagi mereka menahan air mata.
Hari Jum'at pada zaman jahiliyah adalah hari bersuka ria di seluruh jazirah. Semua orang sibuk di pasar.
Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa, pernah terjadi, khutbah Jum'at Rasulullah hampir terganggu, karena saat itu datang kafilah membawa barang dagangan. Pada hari Jum'at semangat berdagang mengaliri darah semua orang pada saat itu.
Setelah beberapa bulan kafilah Mekah pun datang kembali. Di tempat perhentian Marr Al Zahran, sehari perjalanan dari Mekah, para agen biasanya mendahului datang ke Mekah utk memberi laporan perdagangan. Muhammad pun demikian. Ia lebih dulu tiba di Mekah. Namun, sebelum bertemu Khadijah, ia berthawaf dulu tujuh keliling mengelilingi Ka'bah. Dari atas balkonnya yang megah, Khadijah bergegas datang menyambut dan Muhammad pun melaporkan hasil penjualan, barang yang dibeli, serta berbagai pengalaman kecil dalam perjalanan. Saat itu, Khadijah sudah sangat terkesan dengan hasil yang diperoleh Muhammad, tetapi itu belum seberapa. Setelah Muhammad pulang, Maisaråh menceritakan sendiri kesan-kesannya terhadap Muhammad. "Sungguh, belum pernah aku melihat pemuda yang demikian sempurna memandang masa depan. Keputusan-keputusannya selalu tepat dan perkiraannya tidak pernah salah. Ia juga sangat jujur dan sopan," demikian sebagian kisah Maisarah. Khadijah betul-betul sangat terkesan dengan agen barunya itu. Waraqah bin Naufal pun datang dan mendengar sendiri kisah Maisarah tentang Muhammad. Ada hal yang aneh pada diri Maisarah. Biasanya, ia sangat menekankan laporannya pada masalah-masalah bisnis. Akan tetapi, kini persoalan dagang seolah-olah menjadi hal kecil. Yang dibicarakan Maisarah kali ini hanya tentang Muhammad, Muhammad, dan Muhammad. Padahal, keuntungan yang mereka dapat kali ini benar-benar luar biasa. Jika dikatakan bahwa Khadijah memiliki "Sentuhan Emas", tepatlah apabila Muhammad disebut memiliki "Sentuhan penuh berkah".
Ketika Waraqah telah mendengar semua itu, ia tenggelam dalam pemikiran yang sungguh-sungguh. Setelah cukup lama berdiam diri, ia berkata kepada Khadijah "Mendengar darimu dan dari Maisarah mengenai Muhammad dan juga dari apa yg kulihat sendiri, aku berpendapat bahwa ia memiliki semua sifat dan kemampuan sebagai seorang utusan Allah Mungkin dialah yg ditakdirkan utk menjadi salah seorang di antara para rasul dimasa yg akan datang”
Khadijah memiliki teman seorang wanita bangsawan bernama Nafisah binti Munyah. Nafisah tahu setelah suami kedua Khadijah meninggal, banyak bangsawan Quraisy yang melamarnya, namun Khadijah menolak. Nafisah tahu bahwa Khadijah takut semua lamaran itu hanya bertujuan mengincar hartanya. Lebih dari itu, Nafisah juga tahu bahwa yg diinginkan Khadijah adalah seorang laki-laki berakhlak agung. Nafisah juga tahu bahwa ada satu laki-laki yg seperti itu di Mekah, ia adalah Muhammad. Karena itulah, begitu Khadijah membuka diri kepadanya tentang Muhammad, Nafisah tidak terkejut lagi. Khadijah meminta Nafisah mencari jalan untuk mengetahui bagaimana pandangan Muhammad tentang dirinya. Maka, ketika Muhammad dalam perjalanan pulang dari Ka'bah, Nafisah menghentikannya Nafisah bertanya
"Wahai Muhammad, Anda telah menjadi seorang pemuda. Banyak lelaki yg lebih muda dr Anda telah menikah & beberapa di antaranya bahkan telah mempunyai anak Mengapa Anda tdk menikah?" "Aku belum mampu menikah, ya Nafisah. Aku belum mempunyai kekayaan yang cukup untuk menikah."
"Apa jawaban Anda jika ada seorang wanita yang cantik, kaya, dan terhormat mau menikah dengan Anda walaupun Anda belum mampu?" Muhammad balik bertanya dengan sedikit terperangah,
"Siapakah wanita itu?"
Nafisah tersenyum, "Wanita itu adalah Khadijah putri Khuwailid." Alis Muhammad tambah terangkat
"Khadijah? Bagaimana mungkin Khadijah mau menikah denganku? Bukankah Anda tahu bahwa banyak bangsawan kaya raya dan kepala-kepala suku di Arab ini yang telah melamarnya dan ia telah menolak mereka semua?" "Jika Anda mau menikahinya, katakan saja dan serahkan semuanya kepadaku. Aku akan mengurus semuanya."
Ketika itu Abu Thalib menyetujuinya, Muhammad pun mengiyakan Nafisah. Maka, pernikahan pun dilangsungkan. Sebagai pengantin, Muhammad datang didampingi paman-pamannya yang ikut berbahagia.
Jarang ada pernikahan dilangsungkan demikian agung. Dalam acara itu, semua pemimpin Quraisy dan pembesar Mekah diundang. Mempelai laki-laki menunggang kuda yang gagah diiringi para pemuda Bani Hasyim yang menghunus pedang. Sementara itu, kaum wanita Bani Hasyim berjalan lebih dulu dan telah diterima di rumah mempelai wanita.Rumah Khadijah yang megah saat itu telah diterangi cahaya lilin dalam lampion-lampion yang digantung dengan rantai-rantai emas. Setiap lampion terdiri atas 7 batang lilin.
Semua pembantu Khadijah diberi seragam khusus untuk menyambut para tamu yang datang menjelang sore hari. Kamar pengantin benar-benar istimewa. Kain sutera dan brokat digantung begitu serasi. Lantainya tertutup karpet putih dan diharumi dupa dari guci perak. Khadijah sendiri begitu anggun hingga tampak bercahaya seperti matahari terbit. Ia mengenakan pakaian pengantin yg sangat indah dan jarang ada duanya saat itu. Abu Thalib adalah wakil mempelai laki2 dalam memberi sambutan sedangkan Waraqah bin Naufal adalah wakil pengantin wanita. Tidak ada laki-laki segagah Muhammad. Paras wajahnya tampan dan indah. Perawakannya sedang, tidak terlampau tinggi, juga tidak pendek. Rambutnya hitam sekali dan bergelombang. Dahinya lebar dan rata di atas sepasang alis yang lengkung, lebat dan bertaut. Sepasang matanya lebar dan hitam, di tepi putih matanya agak kemerahan, tampak lebih menarik dan kuat. Pandangannya tajam dengan bulu mata yang hitam pekat. Hidungnya halus dengan barisan gigi yang bercelah-celah.
Cambangnya lebar, berleher jenjang, dan indah. Dadanya lebar dengan kedua bahu yang bidang. Warna kulitnya terang dan jernih dengan kedua telapak tangan dan kaki yang tebal. Jika berjalan, badannya agak condong ke depan, melangkah cepat-cepat, dan pasti. Air mukanya membayangkan renungan dan penuh pikiran, pandangan matanya menunjukkan kewibawaan, membuat orang patuh kepadanya.